Blogger Template by Blogcrowds

SELAMAT DATANG DI RUANG KECIL KAMI

Laras Bahasa

Dalang Pembunuhan

http://www.lampungpost.com/img/bening.gif

Yulfi Zawarnis*

SAAT ini dunia hukum Indonesia sedang dihebohkan dengan kasus yang tak kunjung selesai. Kasus yang awalnya muncul karena kasus kriminal, yang kebetulan melibatkan pejabat, berkembang hingga ke ranah politik. Perseteruan tidak lagi hanya melibatkan orang per orang. Berbagai bukti yang dimunculkan di persidangan akhirnya menyeret banyak nama. Perselisihan berkembang hingga akhirnya melibatkan dua instansi besar, KPK dan Polri.

Konflik antarlembaga pemerintah itu pun meruncing. Mereka berlomba-lomba mengajukan barang bukti untuk menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Masyarakat pun pada akhirnya banyak yang mengambil sikap, ada yang pro pada salah satu institusi dan ada juga yang akhirnya kontra pada kedua instansi yang terlibat.

Perseteruan KPK melawan Polri ini pun akhirnya menelurkan jargon cicak versus buaya atau cicak melawan buaya. Kabarnya, jargon cicak melawan buaya ini sebagai pelambang kekuatan kecil melawan kekuatan besar. Belum lagi jargon cicak melawan buaya hilang, sudah muncul lagi istilah baru kriminalisasi KPK. Entah karena ingin lebih meng-Indonesia, istilah kriminalisasi KPK ini, belakangan, lebih populer dengan istilah pengerdilan KPK.

Kasus yang menimpa KPK, orang-orang, dan instansi yang terlibat di dalamnya ini terus bergulir hingga tak jelas lagi siapa yang salah dan siapa yang benar. Pihak-pihak yang terlibat berlomba-lomba mengajukan barang bukti untuk membela diri mereka. Kasus ini pun tidak henti-hentinya menggelitik kreativitas berbahasa kita, khususnya bagi para awak media dan jurnalis. Selain menghasilkan jargon dan istilah baru, kasus ini juga membuat istilah-istilah yang sudah jarang digunakan muncul dan populer kembali.

Sebelum kasus antara KPK dan Polri bergulir, dunia hukum kita juga sudah dihebohkan dengan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang menjabat sebagai Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Terbunuhnya Nasrudin Zulkarnaen ini menyeret nama Antasari Azhar yang saat itu menjabat sebagai ketua KPK. Melalui berbagai tahap pemeriksaan akhirnya Antasari diduga sebagai salah satu aktor intektual di balik pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Lagi-lagi istilah yang jarang digunakan dalam dunia politik muncul dan serta-merta menjadi sangat tidak asing di telinga kita. Dalang pembunuhan, aktor intelektual, dan otak pembunuhan, misalnya, dalam kasus Nasrudin ditujukan pada mantan pimpinan KPK, Antasari Azhar. Tentunya istilah dalang pembunuhan atau aktor intelektual tidak ada kaitannya dengan dunia seni peran, apatah lagi dunia pendidikan.

Nama Antasari tidak hanya dikaitkan dengan kasus politik, tetapi sudah masuk ke wilayah kriminal. Sebuah media massa menulis: "Antasari diposisikan sebagai aktor intelektual di balik kematian Nasrudin. Belakangan, muncul kesaksian mengejutkan dari Wiliardi Wizard bahwa ada skenario penyidik untuk menjerat Antasari". Media lain menulis: "Pengamat: Sangat naif AA jadi dalang pembunuhan karena wanita". Lalu istilah manakah yang paling tepat untuk menyebut peran Antasari Azhar dalam kasus pembunuhan itu?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aktor intelektual berarti otak berbagai tindakan yang menyimpang (seperti kerusuhan, pembakaran, dan pembunuhan). Kata aktor intelektual, biasanya digunakan untuk menyebut seseorang yang ada di balik peristiwa itu. Kata aktor intelektual di Indonesia marak digunakan pada jaman pemerintahan Orde Baru. Aktor intelektual selalu dikaitkan dengan peristiwa politik yang dianggap mengganggu stabilitas nasional, misalnya peristiwa Malari.

Di samping itu, kata dalang pembunuhan dan dalang kerusuhan merupakan kata turunan dari dalang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalang adalah orang yangg mengatur (merencanakan, memimpin) suatu gerakan dengan sembunyi-sembunyi. Dengan demikian, dalang pembunuhan berarti orang yang mengatur (merencanakan, memimpin) pembunuhan dengan sembunyi-sembunyi.

Otak pembunuhan diturunkan dari kata otak yang dalam KBBI berarti biang keladi; tokoh; gembong. Otak pembunuhan, dengan demikian, berarti yang merencanakan (memimpin, mengepalai) suatu pembunuhan. Dalam kasus Nasrudin Zulkarnaen, Antasari Azhar lah yang sering dituding sebagai orang yang merencanakan pembunuhan terhadap bos Putra Rajawali Banjaran itu.

Dalam kasus ini, agaknya sebutan aktor intelektual, dalang pembunuhan, ataupun otak pembunuhan memang merujuk pada perilaku atau perbuatan yang sama, yakni terkait dengan perbuatan menyimpang, yang dalam hal ini perbuatan menyimpang pembunuhan. Oleh karena itu, istilah apa yang akan kita pilih untuk merujuk pada perilaku yang sama ini tentunya bergantung pada selera dan gaya bahasa setiap orang. Sekali lagi, ini menjadi bukti betapa kaya bahasa kita. ***

* Staf Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Lampung Post, Rabu, 2 Desember 2009

Laras Bahasa

Kriminalisasi KPK

http://www.lampungpost.com/img/bening.gif

* Erwin Wibowo

CICAK versus buaya sudah sangat biasa terdengar di telinga kita seiring dengan memanasnya konflik antara KPK dan Polri. Isunya semakin berkembang dengan ditahannya pimpinan KPK nonaktif Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.

Penahanan Bibit dan Chandra ini juga memunculkan tuduhan kriminalisasi KPK. SBY, orang nomor satu di negeri ini pun disebut-sebut namanya.

Untuk menepis tuduhan yang diarahkan kepadanya, Jumat (30-10), SBY menggelar temu wartawan. SBY menyatakan, "Hati-hati mengunakan istilah kriminalisasi KPK, hati-hati. Yang saya tahu, kriminalisasi pers. Jangan. Kriminalisasi KPK, kriminalisisi MK, kriminalisasi lembaga kepresidenan, saya tidak paham artinya apa?"

Kriminalisasi berasal dari kata kriminal yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat dihukum menurut undang-undang pidana.

Sedangkan kriminalisasi merupakan bentukan kata kriminal yang ditambahkan imbuhan -isasi yang dalam KBBI berarti proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat.

Seperti yang sudah kita ketahui, pembentukan kata dalam bahasa Indonesia melalui tiga macam proses pembentukan, yaitu: afiksasi atau pengimbuhan, reduplikasi atau pengulangan, dan komposisi atau pemajemukan. Unsur -isasi dalam bahasa Indonesia berasal dari dua bahasa, yakni -isatie (Belanda) atau -ization (Inggris).

Unsur itu tidak diserap secara terpisah ke dalam bahasa Indonesia, tetapi diserap bersama-sama dengan kata dasarnya. Ini berarti, kriminalisasi merupakan kata serapan dari criminalisatie atau criminalisation, bukan kata kriminal + -isasi.

Tentu saja hal ini juga menguatkan bahwa dalam bahasa Indonesia tidak terdapat akhiran -isasi. Salah kaprah terkait dengan akhiran -isasi ini pun kerap menimbulkan salah kaprah pada penggunaannya, sehingga akhirnya muncul istilah standarisasi, yang seharusnya standardisasi.

Lalu, mungkinkah SBY tidak paham makna leksikal kriminalisasi ini atau ini hanya sebuah bentuk ungkapan kekesalan atas tuduhan yang seolah-olah ditujukan kepadanya? Bila -isasi sulit dipahami maknanya oleh beberapa orang, mungkin kita perlu mengetahui bahwa akhiran -isasi sebetulnya bersinonim dengan imbuhan pe-an.

Istilah modernisasi bersinonim dengan pemodernan, islamisasi bersinonim dengan pengislaman, legalisasi bersinonim dengan pelegalan, dan seharusnya kriminalisasi bersinonim dengan pengkriminalan.

Masalahnya, di telinga banyak orang, istilah kriminalisasi lebih populer dibandingkan istilah pengkriminalan, legalisasi lebih populer dibandingkan pelegalan, dan modernisasi lebih populer dibandingkan pemodernan. Padahal, bila kita dengan gamblang menggunakan istilah pengkriminalan alih-alih kriminalisasi, tentunya akan lebih banyak orang yang paham bahwa yang dimaksud adalah membuat KPK menjadi institusi yang digolongkan mengandung peristiwa pidana.

Lalu, adakah pihak yang berani menggunakan istilah pengkriminalan KPK, pengkriminalan lembaga kepolisian, pengkriminalan lembaga kepresidenan, atau pengkriminalan MK, sehingga di balik karut-marut dunia politik kita masih memiliki kesadaran yang tinggi untuk melestarikan bahasa Indonesia?

* Staf Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Lampung Post, Rabu, 4 November 2009


PENDIDIKAN
LARAS BAHASA: Kultum

Erwin Wibowo *)

KULTUM yang merupakan kependekan dari kuliah tujuh menit merupakan kegiatan ceramah yang dilakukan oleh kelompok tertentu dalam forum tertentu.

Biasanya kegiatan ini dilakukan oleh kalangan pelajar dalam organisasi rohis, pegawai kantor ketika mengisi istirahat siang antara pukul dua belas dan pukul satu, atau kalangan profesional lain yang mengagendakan kegiatan ceramah agama pada waktu-waktu tertentu.

Setiap Ramadan kultum tidak hanya dilakukan oleh kelompok-kelompok itu. Kultum diadakan di sebagian besar masjid dan musala.

kultum dilakukan antara salat isya dan tarawih. Materi yang disampaikan biasanya ringan, tapi mengena dan langsung pada pokok persoalan. Berbeda dengan khotbah Jumat atau khotbah hari raya, selama kultum biasanya pemateri tidak banyak mengutip ayat-ayat Alquran atau hadis.

Terkait dengan bahasa Indonesia, kultum merupakan akronim dari kuliah tujuh menit. Entah dari mana asalnya, istilah ini sudah populer di masyarakat sejak belasan atau mungkin puluhan tahun lalu. Mendengar namaya, mungkin orang awam akan berpikiran kegiatan ini memang berlangsung selama tujuh menit.

Namun, kenyataannya tidak selalu begitu. Terkadang pengisi materi dalam kultum kebablasan memberikan ceramah sampai sepuluh menit, lima belas menit, bahkan setengah jam. Meskipun demikian, kegiatan yang sama tidak pernah diberi istilah lain, selalu disebut kultum.

Akronim merupakan kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagaimana kata yang wajar (misalnya, mayjen: mayor jenderal, rudal: peluru kendali, dan sidak: inspeksi mendadak). Oleh sebab itu, sebuah akronim juga dapat diperlakukan seperti sebuah kata. Artinya, sebuah akronim dapat diulang, diberi imbuhan, atau diberi kata depan.

Akronim dalam bahasa Indonesia yang terkait dengan waktu, biasanya merujuk pada sebuah peristiwa atau kejadian besar, misalnya peristiwa malari (peristiwa yang terjadi lima belas Januari) dan gestapu (gerakan yang terjadi pada 30 September).

Entah karena ketidaktahuan, sampai kini saya belum menemukan akronim bahasa Indonesia yang terkait dengan pembatasan waktu, selain kultum.

Uniknya, meskipun penamaannya menggunakan pembatasan waktu, kenyataannya pembatasan waktu itu tidak mutlak.

Kosakata bahasa Indonesia yang terkait dengan pembatasan atau rentang waktu biasanya bukanlah berupa akronim, misalnya ngabuburit, kata turunan dari burit (sore), yang merupakan adopsi dari bahasa Sunda, yang berarti menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu Ramadan.

Sepagian sepanjang pagi merupakan kata turunan dari pagi.

Dalam perkembangan bahasa Indonesia dikenal berbagai gejala kebahasaan yang memengaruhi eksistensi sebuah kosakata. Gejala perluasan dan penyempitan makna, misalnya, merupakan salah satu bentuk gejala kebahasaan yang menjelaskan perubahan makna sebuah kata seiring dengan perkembangan waktu.

Agaknya istilah kultum ini merupakan salah satu contoh gejala perluasan makna yang kasusnya terjadi pada akronim.***

Rabu, 30 September 2009

* Staf Kantor Bahasa Provinsi Lampung

RUBRIK ini terselenggara atas kerja sama Lampung Post dan Kantor Bahasa Provinsi Lampung. Redaksi menerima tulisan, maksimal 5.000 karakter, dikirim ke Lampung Post, Jalan Soekarno-Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung, atau melalui surat elektronik ke redaksilampost@yahoo.com atau ke Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Kompleks Gubernuran, Jalan Beringin, Bandar Lampung. Tulisan yang dimuat akan diberi honorarium.

LARAS BAHASA: Bom

Yulfi Zawarnis*

ONOMATOPE atau peniruan bunyi merupakan salah satu gejala bahasa yang dapat menjadi salah satu alat terbentuknya kosakata. Kokok dan cicit merupakan contoh kosakata yang terbentuk karena gejala bahasa yang disebut onomatope. Dalam lingkup yang lebih luas, kita mengenal kosakata "bom" yang juga merupakan salah satu kosakata yang terbentuk karena gejala onomatope.

Bila ditinjau dalam KBBI, kata "bom" berarti senjata yang bentuknya seperti peluru besar yang berisi bahan peledak untuk menimbulkan kerusakan. Secara etimologi, kata "bom" muncul sebagai akibat peniruan bunyi dari suara yang ditimbulkan oleh ledakan tersebut.

Kata "bom" memiliki beberapa kata turunan, baik yang diturunkan dari bahasa Indonesia maupun yang diturunkan dari bahasa asing, yakni bahasa Inggris. Turunan kata "bom" dalam bahasa Indonesia, di antaranya, mengebom--melemparkan (menghancurkan dengan bom), pengebom--orang atau pesawat yang mengebom, alat untuk mengebom, pengeboman--penyerangan (penghancuran dsb.) dengan bom; proses, cara, perbuatan mengebom.

Ada juga kosakata bahasa Indonesia yang sepertinya terkait dengan istilah "bom", padahal tidak memiliki keterkaitan sama sekali. Kalaupun ada, pastilah itu merupakan pengaitan yang dipaksakan. Kita tentunya tahu istilah "bombastis". Kosakata ini tak ada kaitannya sama sekali dengan bom. Dalam KBBI, bombastis berarti banyak berjanji, tetapi tidak akan berbuat; banyak menggunakan kata dan ucapan yang indah-indah serta muluk-muluk, tetapi tidak ada artinya; bersifat omong kosong; bermulut besar.

Kata turunan bom dalam bahasa Inggris yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, di antaranya bomber, yaitu pesawat terbang pengebom, bombardir artinya mengebom, dan bombardemen yang berarti pengeboman. Istilah yang terakhir ini tidak banyak yang menggunakan, entah karena ketidaktahuan atau karena memang lebih suka menggunakan istilah pengeboman. Bila kita cermati lebih jauh, turunan kata "bom" yang diserap dari bahasa Inggris sering tidak tepat penggunaannya.

Meledaknya bom di Hotel Ritz Carlton dan J.W. Marriot serta penangkapan seseorang yang diduga merupakan salah satu pelaku pengeboman di Temanggung dan Bekasi memopulerkan kosakata bomber. Entah disengaja atau tidak, penggunaan istilah bomber ini digunakan oleh banyak media massa di Indonesia. Bila kita kembali pada makna kata bomber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), saya yakin, semua orang setuju bahwa penggunaan kata bomber selama ini masih salah kaprah.

Mungkin saja kesalahan ini terjadi karena dalam bahasa Inggris, kata kerja atau kata benda yang diberi akhiran -er akan berubah menjadi kata benda yang merujuk pada orang, semisal singer, writer, teacher, dan driver. Bila ditelusuri maknanya berdasarkan konteks kalimat, penggunaan istilah pengebom lebih mudah dipahami dan lebih taat asas karena bomber tidak merujuk pada orang yang melakukan, tetapi merujuk pada alat.

Kesalahkaprahan penggunaan istilah tertentu yang diserap dari bahasa asing sering terjadi karena pengguna bahasa tidak tahu persis asal kosakata yang digunakan itu. Apakah kosakata itu diserap kata dasarnya ataukah merupakan kosakata yang sudah diserap utuh dari kata turunannya. Ini pula yang menyebabkan mengapa banyak pengguna bahasa yang lebih sering menggunakan standarisasi dan legalisir alih-alih standardisasi dan legalisasi.***

* Staf Kantor Bahasa Provinsi Lampung


terbit di Lampung Post, 9 September 2009

Curahan Hati

Curahan Hati

Erwin Wibowo, pegawai Kantor Bahasa Provinsi Lampung
Menulis puisi bagi sebagian orang adalah pekerjaan yang menyenangkan. Karena dalam proses menulis puisi mereka dapat menuangkan ide dan imajinasinya. Seseorang yang telah menjadikan penulisan puisi sebagai hobi, biasanya, akan mencurahkan segenap pikiran dan perasaannya untuk menghasilkan puisi yang baik. Dengan demikian, setiap puisi yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai representasi kejiwaan dan perasaan penulis tersebut.
Dalam KBBI dijelaskan bahwa puisi merupakan
gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Ini berarti, sebuah susunan kata-kata dapat dikategorikan sebagai puisi jika susunan kata-kata itu memiliki bunyi, irama, dan makna khusus.
Dalam perkembangannnya puisi mengalami berbagai macam perubahan. Puisi tradisional sesungguhnya sudah dikenal masyarakat sejak dulu. Puisi tradisional ini biasa disebut pantun. Akan tetapi, sebetulnya setiap daerah di Indonesia memiliki karya sejenis pantun ini dengan nama yang berbeda-beda.
Puisi yang kita kenal sekarang sudah ditekuni oleh banyak sastrawan yang sebagian besar juga mendedikasikan dirinya sebagai budayawan. Artinya, karya sastra yang mereka lahirkan lebih banyak berangkat dari kehidupan masyarakat di sekitarnya sehingga karya-karya yang mereka lahirkan dianggap sebagai bentuk kepedulian mereka kepada masyarakat. Taufik Ismail, misalnya, banyak mengangkat masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat, seperti kemiskinan, kekuasaan para penguasa, dan ketidakadilan.
Tidak jarang juga sastrawan besar yang lebih senang menjadikan dirinya sebagai objek maupun subjek dalam puisinya. Artinya, puisi yang dilahirkan merupakan curahan perasaan atas peristiwa yang dialaminya.
Membaca puisi karya Raisa Marleni Fasya siswa SMA Perintis 2 Bandarlampung, sejenak kita disuguhkan dengan deretan kata yang sederhana. Tidak banyak metafora yang dihadirkan oleh Raisa. Puisi yang disajikannya lugas dan kata-kata yang digunakan mudah dicerna. Usia Raisa yang dibilang masih sangat muda memberikan banyak imajinasi dan inspirasi. Secara psikologis, orang muda merupakan sosok yang masih dalam pencarian jati diri. Oleh karena itu, ketika seorang yang masih berusia muda menciptakan sebuah puisi, seringkali yang hadir adalah karya yang menggambarkan rasa yang mereka miliki. Rasa cinta menjadi pilihan utama untuk diangkat menjadi sebuah karya. Puisi dijadikan salah satu media untuk mengungkapkan rasa cinta, terutama kepada lawan jenis.
Membaca puisi-puisi Raisa semakin membuktikan bahwa tema cinta adalah tema utama pilihan remaja dalam berkarya. Tema cinta yang diangkatnya lebih universal yang tidak hanya berkaitan dengan cinta kepada lawan jenis, tetapi juga cinta kepada Tuhan, negara, sahabat, dan cinta kepada orang tua. Dalam beberapa puisinya juga terselip pesan moral dan kritik sosial terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
Dalam puisi “Indonesiaku Kembali Menangis”, Raisa mengungkapkan keprihatinannya terhadap negeri ini yang terus-menerus dilanda musibah. Bencana alam, kelaparan, dan teror bom menimbulkan keprihatinan yang mendalam pada diri Raisa. Pada bait pertama, baris pertama Raisa sudah memberi penekanan pada makna puisinya //Dan kembali terulang semua traumatik yang pernah terobati // dalam bait ini Raisa menggambarkan bagaimana kejadian ini (teror bom) sudah pernah terjadi di Indonesia, tidak hanya sekali bahkan berulang kali, dan itu kembali terjadi saat ini. Teror bom yang terjadi sangat memengaruhi pandangan dunia terhadap Indonesia. kekesalan terhadap kejadian itu pun terlihat dalam diri Raisa yang tergambar dalam bait selanjutnya Disaat kesebelasan terhebat dikolong langit ini akan berlaga. // Disaat hari kemerdekaan sebentar lagi akan tiba. // Disaat bulan yang lebih baik dari seribu satu bulan akan berkumandangan. Menarik, puisi “Indonesiaku Kembali Menangis” memperlihatkan bagaimana rasa cinta Raisa kepada negerinya, dan harapan akan negeri yang damai, aman dan tentram.
Tema cinta dan kasih sayang juga tergambar dalam puisi Raisa selanjutnya yang berjudul “Terima Kasih Bunda”, dalam puisi ini Raisa menggambarkan bagaimana perjuangan cinta dan kasih sayang seorang ibu dalam membesarkan anaknya hal ini terlihat dalam bait berikut ini Dari mulai mengandung, menyusui, membesarkanku. // Dan semua itu engkau lakukan tanpa pernah mengeluh. Perjuangan seorang Ibu untuk membesarkan anaknya memang sangat besar dan tidak ternilai harganya, hal yang tak mungkin terbalas dengan apa pun, setidaknya terlihat pemakaian metafora gunung dan samudera pada bait ketiga.
Selanjutnya pada puisi “Sahabat Selalu Bersama” Raisa masih membawa tema cinta dan kasih sayang, tetapi cinta dan kasih sayangnya ditujukan kepada sahabatnya. Dalam puisi ini, Raisa mencoba menceritakan tentang arti sebuah persahabatan. Persahabatan yang sudah terjalin lama dan sangat indah. Lagi-lagi pada puisi ini Raisa memakai bahasa yang sederhana. Puisi ini merupakan curahan hati Raisa yang ditunjukan kepada sahabat baiknya, dengan persahabatan yang sudah mereka jalin sejak dulu. // Tak terhitung suka dan duka yang kita lewati bersama. // Tak sedikit perselisihan yang menyertai jalan kita.
Tema cinta dan kasih sayang juga tertuang dalam puisi Raisa lainnya yang berjudul “Harapku, Cintaku, Untukmu”. Pada puisi ini, Raisa mencoba mengisahkan cintanya kepada seseorang yang dikasihinya. Pada bait pertama ada penekanan rasa oleh Raisa bahwa dia benar-benar cinta dan sayang pada orang yang dikasihinya Tuhan… // Saat ini aku pejamkan mataku. // Untuk sejenak kembali ke masa lalu. // Dan seolah menghadirkan dia disampingku. Harapan dan doa untuk seseorang yang dikasihinya pun terpancar dalam bait kedua dalam puisi ini, Raisa ingin orang yang disayanginya dapat hidup bahagia selamanya.
Pada puisi “Hak dan Perjuangan yang Tergadaikan”, tema yang dihadirkan pada puisi ini, Raisa mencoba mengungkapkan pesan moral dan kritik sosialnya. Pada puisi ini Raisa bercerita tentang bagaimana kisah pilu pasien di rumah sakit. Disetiap ruangan terdengar rintihan lirih nyaris tak terdengar.//Dan tak lupa sebait kata hiburan berdengung silih berganti. Pada bait kedua, kritikan terlontar oleh Raisa Dokter, kemanakah engkau?, pada bait ini mungkin Raisa ingin berbagi pengalamannya tentang pelayanan seorang dokter yang lambat dalam menangani pasien. Pada bait selanjutnya Raisa semakin menekankan bagaimana kinerja dokter yang kurang baik menangani pasien. Tetapi engkau tak terlihat, kemanakah engkau? //Engkau yang begitu dibutuhkan, sering terhalang waktu.//Engkau yang begitu diharapkan, sering melepas tanganmu. Citra penglihatan tergambar oleh Raisa, yang memperkuat gambaran tidak baik dalam rumah sakit, // Aku masih ingat seorang bocah yang minggu kemarin terbaring disebelahku. // Dia tak berhenti menangis siang dan malam. // Perutnya membuncit, entah itu kekenyangan atau kelaparan.
Merangkai pesan moral yang tergambar dalam setiap puisi Raisa akan menyadarkan kita betapa besarnya makna cinta dan kasih sayang bagi manusia. Terlepas dari itu, yang perlu diperhatikan seorang penulis, kalau belum bisa disebut penyair, ketika menulis puisi adalah kecermatan menggunakan kata. Layaknya, seorang penulis harus tahu persis makna sebuah kata yang digunakannya dalam puisi. Seorang penulis puisi, misalnya, harus tahu persis perbedaan bocah dan anak sehingga ketika harus memilih kata apa yang akan digunakan di antara keduanya, penulis sudah paham betul akibat yang muncul dari penggunaan kosakata tersebut. Begitupun pemilihan kata yang berimbuhan dan kata yang tidak berimbuhan, keduanya menimbulkan dampak yang berbeda pada puisi. Kata berhenti dan henti, misalnya, merupakan dua kata yang memiliki kemiripan makna, tetapi dapat menimbulkan dampak yang berbeda ketika digunakan dalam puisi. Ini berarti, pengetahuan bahasa menjadi syarat mutlak bagi seorang penulis puisi khususnya untuk dapat menciptakan karya yang berbobot.
Secara umum, puisi-puisi Raisa, paling tidak, dapat mewakili perasaan, kegundahan, dan kepedulian kaum muda terhadap dunia di sekitarnya. Bila tak ada gading yang tak retak, tentunya puisi Raisa ini pun belum bisa dikatakan sempurna. Banyak membaca karya orang lain akan banyak pula membantu seorang penulis untuk mengembangkan wawasannya sehingga nantinya juga mampu menciptakan karya yang lebih baik. Selamat membaca, salam!

Diterbitkan di Radar Lampung, hari Minggu tanggal 23 Agustus 2009


Indonesiaku Kembali Menangis.


Dan kembali terulang semua traumatik yang pernah terobati.
Disaat dunia memuja dan memuji pesta demokrasi negeriku.
Disaat kesebelasan terhebat dikolong langit ini akan berlaga.
Disaat hari kemerdekaan sebentar lagi akan tiba.

Disaat bulan yang lebih baik dari seribu satu bulan akan berkumandangan.
Negeriku indonesia kembali menangis …

Ledakan disana sini menghancurkan harapan Negeriku.
Menghilangkan asa yang terbangun dengan susah payah.
Jangan … aku mohon pada siapa saja yang mendengarku.
Aku mohon sejarah hitam ini tak lagi terulang.


Kapan Negeriku akan kembali damai?
Haruskah orang yang tak berdosa kembali menjadi korban?
Untuk apa semua itu terjadi?

Bukankah Negeriku cinta damai.
Antar bangsa, antar etnis, antar agama tak mengingingkan semua ini.
Hentikan … hentikan …
Tak terpikirkan berapa lagi orang tua yang akan kehilangan anak.

Berapa lagi anak yang akan kehilanganorang tua.
Berapa lagi? Berapa lagi? Berapa lagi saudara kita yang mati begitu saja?
Hentikan … hentikan …
Negeriku Indonesia tak boleh lagi menangis …

Terima Kasih Bunda

Tetes air mata membasahi pipiku.
Disaat aku mengingat semuanya.
Semua pengorbanan yang telah engkau berikan kepadaku.
Dari mulai mengandung, menyusui, membesarkanku.
Dan semua itu engkau lakukan tanpa pernah mengeluh.
Tak kuasa aku membayangkan yang pernah kau rasakan
Peluh, air mata, juga lelah yang pasti datang silih berganti.

Setiap aku membayangkan semua itu, aku semakin mengagumimu.
Aku ingin suatu hari nanti menjadi sepertimu.
Aku ingin membesarkan anak-anakku, seperti engkau membesarkanku.
Dan aku ingin anak-anakku mengagumiku, seperti aku mengagumimu.

Oh Bunda, tak akan cukup gunung kuberikan padamu.
Takkan cukup samudera kuhadiahkan padamu.
Takkan cukup apa yang ada didunia ini untuk kupersembangkan padamu.

Hanya doa, doa semoga engkau bahagialah yang menurutku cukup.
Tuhan, berikanlah Bundaku kebahagiaan yang tersempurna.
Selalu hanya untukmu Bundaku, Bundaku,
Bundaku, dan Ayahku.

Sahabat Selalu Selamanya.

Tak terasa telah lama kita mengarungi masa remaja bersama.
Tak terhitung suka dan duka yang kita lewati bersama.
Tak sedikit perselisihan yang menyertai jalan kita.
Begitu banyak kenangan indah yang bisa diingat.
Tanpa sadar kita telah beranjak dewasa.


Namun tali persahabatan kita tak lekang oleh zaman.
Zaman bolehlah berubah, tetapi tali kita tak boleh terputus.
Aku tak pernah ingin kehilanganmu sahabat.
Hidup ini begitu keras yang aku yakin tak mampu kulalui sendiri.

Aku membutuhkanmu, aku tak bisa sendiri tanpamu sahabat.
Ingatlah selalu wahai sahabatku.
Dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun.
Kau akan selalu menjadi orang yang terpenting dalam hidupku..

Hak dan Perjuangan yang Tergadaikan.

Orang-orang hilir mudik menyelusuri lorong penuh sesak.
Disetiap ruangan terdengar rintihan lirih nyaris tak terdengar.
Dan tak lupa sebait kata hiburan berdengung silih berganti.


Dokter, kemanakah engkau?
Setiap raungan dan rintihan yang tak terdengar membutuhkanmu.

Tetapi engkau tak terlihat, kemanakah engkau?
Engkau yang begitu dibutuhkan, sering terhalang waktu.
Engkau yang begitu diharapkan, sering melepas tanganmu.
Aku masih ingat seorang bocah yang minggu kemarin terbaring disebelahku.

Dia tak berhenti menangis siang dan malam.

Perutnya membuncit, entah itu kekenyangan atau kelaparan.
Yang aku tahu, badannya hanya tulang berbalut kulit.

Ya Tuhan, dia pergi menghadap-Mu tanpa ada perjuangan yang berarti.
Dengarlah wahai bagi mereka yang mempunyai telinga.

Lihatlah wahai bagi mereka yang mempunyai mata.
Bukalah wahai bagi mereka yang mempunyai hati.
Aku tak tahan lagi melihat kematian tergadaikan dengan begitu mudahnya.


Harapku, Cintaku, Untukmu …

Tuhan …

Saat ini aku pejamkan mataku.
Untuk sejenak kembali ke masa lalu.
Dan seolah menghadirkan dia disampingku.

Tuhan …
Berikanlah dia kebahagiaan dalam hidupnya.
Agar dia dapat tersenyum untukku.
Buatlah dia merasa bangga akan hasil usahanya.
Agar dia dapat menceritakannya padaku.
Tunjukkan padanya betapa indahnya dunia.
Agar dia dapat membuat pelangi dalam hidupku.
Dan jauhkan dia dari rasa sakit dan kesedihan.
Karena hal itu akan membuat perih dihatiku.

Nama : Raisa Marleni Fasya
Tempat/Tgl lahir :Yogyakarta, 22/4/1992
NIS :914
Sekolah : SMA Perintis 2 Bandar Lampung (XII IPS VI)

Menata Cerpen Bergenre Remaja

Erwin Wibowo, Pegawai Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Geliat sastra tanah air sudah kita rasakan beberapa tahun terakhir ini. Penulis-penulis muda bermunculan dengan mengusung tema yang beragam. Akan tetapi, tema percintaan rupanya tetap menjadi primadona yang tak ada habisnya untuk diungkapkan. Di samping itu, penulis-penulis muda dengan misi tertentu juga semakin giat berkarya melalui tulisan-tulisan mereka. Kelompok penulis muda yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena, misalnya, yang fokus pada cerpen-cerpen bertema keislaman.

Tentunya penulis-penulis di luar kelompok itu juga tidak kalah. Hanya saja, penulis-penulis muda yang lahir dengan mengembangkan kreativitas tanpa terikat pada organisasi kepenulisan tertentu banyak yang mengalami kesulitan, terutama dalam hal penguasaan teknik bercerita. Membaca cerpen Adnan Prabowo, siswa SMA Xaverius Bandarlampung, saya dapat menduga bahwa Adnan belajar menuangkan ide secara otodidak. Adnan hanya berbekal pengetahuan yang diberikan guru Bahasa Indonesianya di sekolah dan kemudian dicobanya merangkai kata-kata menjadi sebuah cerpen. Namun demikian, menulis cerpen tentunya bukan perkara mudah; bukan juga perkara sulit. Diperlukan ketekunan, pengetahuan, dan perenungan agar tercipta sebuah cerpen yang baik.

Cerpen “Kakak Adik Rebutan Tetangga” ini berangkat dari sebuah ide sederhana, percintaan, yang kemudian dikemas dengan memasukkan konflik yang sederhana. Cerita khas remaja dikemas dengan menampilkan konflik antartokoh yang muncul dalam kehidupan bersaudara. Hubungan persaudaraan yang biasanya dipenuhi cerita bahagia, oleh Adnan diselipkan sedikit pertikaian yang disebabkan oleh cinta segitiga.

Cerpen ini bercerita tentang seorang kakak dan adik yang memperebutkan seorang wanita. Kakaknya bernama Danar dan adiknya bernama Adit. Keduanya sedang tergila-gila oleh kecantikan tetangga barunya yang bernama Tari. Dengan cara itulah penulis memunculkan konflik antartokoh. Akan tetapi, penulis seperti tergesa-gesa menyelesaikan konflik tanpa memunculkan puncak konflik. Penulis langsung menyelesaikan konflik ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa ayah dari tetangga yang menjadi sumber konflik adalah sosok yang tidak mereka sukai.

Penulis terkenal, Helvy Tiana Rosa, dalam esainya menuliskan bahwa seorang penulis hendaknya menuliskan kalimat pertama yang menarik dalam ceritanya, sehingga dapat menarik minat pembaca untuk membacanya hingga selesai. Cerpen Adnan ini sudah dimulai dengan sesuatu yang menarik. Adnan memunculkan dialog di awal cerpen sehingga membuat pembaca ingin terus mengikuti kelanjutan dialog tersebut.

Menulis cerpen bagi penulis pemula tentunya tidak tanpa kendala. Seorang penulis bisa saja tiba-tiba kehilangan ide dan menglami berbagai kesulitan: menampilkan tokoh dalam cerita, menyusun alur hingga tercipta cerita yang baik, membangun logika cerita, hingga pemilihan judul untuk menarik minat pembaca.

Judul yang dipilih oleh Adnan untuk cerpennya boleh dibilang menarik, “Kakak Adik Rebutan Tetangga”. Dari judul ceritanya sudah dapat diduga bahwa cerita yang akan ditampilkan pasti akan menampilkan konflik antara kakak dengan adik. Selebihnya, tokoh yang dihadirkan hanyalah pemanis atau pelengkap munculnya konflik antara kakak dengan adik. Kekurangan Adnan terletak pada teknik pemilihan kosakata (diksi) yang tepat dalam dialog. Misalnya pada kutipan Halah, kayak dianya suka sama elo aja.” Atau pada dialog “Selamat pagi, Pak.” sapa mereka dengan suara lirih. Nyaris tak terdengar. Papanya Tari menutup koran. Dari kutipan di atas dapat saya simpulkan bahwa Adnan perlu belajar lebih banyak perihal penggunaan partikel –nya dan penggunaan kata-kata yang bersinonim. Kata lirih dalam contoh kutipan di atas tentunya akan lebih pas jika digantikan dengan kata sayup, atau langsung pada nyaris tak terdengar.

Membaca cerpen Adnan, ada yang sangat mencolok yang mencuri perhatian saya. Adnan menghadirkan banyak dialog dalam cerpennya. Dialog merupakan salah satu kekuatan penting dalam cerpen, sehingga membuat cerpen itu menjadi bagus dan lebih memiliki ruh. Dialog yang baik adalah dialog yang sesuai dengan kebutuhan cerita. Akan tetapi, jika dialog yang dimunculkan dalam cerpen terlalu banyak dan kehadirannya dianggap tidak penting malah menimbulkan kejenuhan bagi pembacanya. Di samping itu, dialog juga bertujuan memperkuat karakter tokoh yang akan dihadirkan dalam cerpen.

Dialog yang dimunculkan Adnan dalam cerpennya semestinya bisa dipangkas dan sedikit dipoles, sehingga lebih terkesan tak berlebihan. Kutipan awal cerpen berikut ini misalnya, “Hai Tari!” sapa Danar dan Adit bersamaan.“Hai juga!” balas gadis itu dengan ramah. “Dari pasar, ya?” tanya Adit sembari melihat bungkusan plastik yang tergenggam erat pada jemari Tari. “Iya nih, soalnya minggu besok di rumah Tari mau ada acara.” “Oh gitu, ya? Bolehkan Danar bantuin bawain”, tawar Danar. “Nggak usah, Nar, terima kasih. Oh iya, Tari mau pulang dulu, ya. Nanti Tari dicariin sama Mama”, kata Tari sambil berlalu pergi. Danar dan Adit memandangi Tari yang berlalu pergi. Kemudian kakak beradik itu saling menoleh, “Gue bilang apa kan? Tari itu nggak suka sama elo,” kata Adit. “Halah, kayak dianya suka sama elo aja.” jawab Danar. “Itu sih udah pastilah, secara, gue lebih ganteng dari pada elo”, sahut Adit. “What? Gue gak salah dengerkan?” tanya Danar. “Ah udah ah, capek gue ngomong sama elo. Pokoknya Tari suka sama gue.” Danar berlalu pergi sambil diikuti adiknya dari belakang. Saya yakin, pembaca sangat merasakan kemunculan dialog yang seharusnya bisa diringkas, sehingga lebih enak dibaca.

Selebihnya, Adnan harus lebih banyak belajar aturan penulisan. Penggunaan tanda baca dan huruf kapital serta penggunaan istilah asing. Istilah asing boleh saja digunakan selama istilah asing yang digunakan itu dapat memperkuat karakter tokoh atau memperkuat cerita. Beberapa catatan saya, Adnan menggunakan kata what yang sebetulnya walaupun digantikan dengan kata apa tidak mengubah kekuatan cerita. Begitupun penggunaan kata handphone dan keypad.

Walaupun cerpen yang ditulis Adnan ini merupakan cerpen yang bergenre remaja, bukan berarti pemilihan kosakata yang tepat dikesampingkan. Rasanya kosakata, elo dan gua tidak akan kehilangan nuansa remajanya bila diganti dengan aku/saya dan kamu. Begitupun penggunaan kata kerja yang berakhiran –in, alangkah lebih indahnya jika tetap memerhatikan tata aturan bahasa Indonesia. Penggunaan kata lupain, bawain, ditempatin, kenalin, ngasihin, dan ngapain tentu akan terasa lebih indah jika diganti dengan lupakan, bawakan, ditempati, kenalkan, memberikan, dan mau apa.

Terlepas dari semua kekurangan yang dimiliki, paling tidak, Adnan sudah mencoba merangkai idenya menjadi sebuah cerita yang cukup enak dibaca. Semoga saja karya Adnan berikutnya lebih menarik dan lebih enak dibaca.

Dimuat di Radar Lampung, bulan Juni 2009






Kakak Adik Rebutan Tetangga

“Hai Tari!” sapa Danar dan Adit bersamaan.“Hai juga!” balas gadis itu dengan ramah. “Dari pasar, ya?” tanya Adit sembari melihat bungkusan plastik yang tergenggam erat pada jemari Tari. “Iya nih, soalnya minggu besok di rumah Tari mau ada acara.” “Oh gitu, ya? Bolehkan Danar bantuin bawain”, tawar Danar. “Nggak usah, Nar, terima kasih. Oh iya, Tari mau pulang dulu, ya. Nanti Tari dicariin sama Mama”, kata Tari sambil berlalu pergi. Danar dan Adit memandangi Tari yang berlalu pergi. Kemudian kakak beradik itu saling menoleh, “Gue bilang apa kan? Tari itu nggak suka sama elo,” kata Adit. “Halah, kayak dianya suka sama elo aja.” jawab Danar. “Itu sih udah pastilah, secara, gue lebih ganteng dari pada elo”, sahut Adit. “What? Gue gak salah dengerkan?” tanya Danar. “Ah udah ah, capek gue ngomong sama elo. Pokoknya Tari suka sama gue.” Danar berlalu pergi sambil diikuti adiknya dari belakang.

Pertemuan dengan Tari di jalan menuju pasar, hampir membuat mereka melupakan titah ibunya yang menyuruh mereka membeli minyak goreng di pasar. Danar dan Adit adalah kakak beradik yang sebelumnya saling menyayangi. Akan Tetapi, semenjak kedatangan Tari, tetangga yang mengontrak rumah di samping rumah mereka seminggu yang lalu, mereka kini saling bermusuhan. Hampir setiap hari mereka meributkan Tari dan berusaha mendapatkan hati gadis itu.

Malam harinya, Danar dan Adit duduk di depan televisi sambil masing–masing menggenggam handphone. Mereka duduk berjauhan. Tiba tiba, ibu mereka muncul dari dapur sambil bertolak pinggang. “Danar! Adit! Ayo belajar! Sudah malam bukannya belajar membaca buku, malah asyik sms-an. Mau jadi apa kalian kalau sudah besar nanti kalau sekarang saja malas–malasan!” kata Ibu. Akan Tetapi, Danar dan Adit tidak mendengarkan. Mereka sibuk memencet keypad ponsel dengan serius sambil sesekali tersenyum menyeringai. “Eh, eh, dibilangin malah nyengir kuda. Lagi sms-an dengan siapa sih kalian?” “Sama Tari, Bu!” jawab mereka bersamaan. Kemudian mereka saling menoleh dan sama–sama melotot. “Oh, Tari di samping rumah kita itu? Anaknya Pak Rahmat itu? Oh ya sudah, mungkin kalian ingin mengucapkan salam perpisahan ,ya, sama Tari?” “Perpisahan?” tanya Danar dan Adit bersamaan.“Iya. Minggu besokkan Tari akan pindah ke Jakarta. Papanya dipindahtugaskan ke sana.” “Apa? ” Danar dan Adit menoleh bersamaan. Mereka hampir tak percaya apa yang mereka dengar.

-000-

Esok paginya Danar dan Adit telah berdandan rapi di kamarnya masing-masing. Mereka telah menyiapkan sesuatu, hadiah yang akan diberikan kepada Tari. “Mau ke mana elo, Dit?” tanya sang kakak. “Urusan gue. Elo sendiri mau ke mana?” tanya Adit. “Mau ke tempat Tari, ngasihin sesuatu buat dia.” jawab Danar “Gue juga mau ngasih sesuatu buat Tari.” “Idih ikut-ikut.” sahut Danar. Adit tak menjawab. Dia berlalu pergi dari hadapan Danar. Danar mengejarnya dan mereka pun berlomba-lomba menuju rumah Tari, di samping rumah mereka.

Sesampainya di rumah Tari, mereka agak ragu melangkah karena pandangan mereka terhadang papanya Tari yang sedang membaca koran di teras rumah. Mereka masuki halaman rumah Tari dengan langkah takut-takut. “Selamat pagi, Pak.” sapa mereka dengan suara lirih. Nyaris tak terdengar. Papanya Tari menutup koran. Lalu bertanya, “Mau ngapain kalian kemari?” tanya Pak Rahmat, papa Tari, dengan galak. Maklum, pak Rahmat adalah seorang Kapolsek yang mempunyai tingkat kedisplinan yang tinggi. Jadi suara kecilnya seperti suara bentakan di telinga Danar dan Adit. Mereka berdua agak melangkah mundur. “Ma .. ma .. mau ketemu Tari, Pak.” Adit memberanikan diri bersuara.“ Ada keperluan apa kalian bertemu Tari? Tarinya sebentar lagi mau pergi.” “Mau ketemu saja, Pak. Ada yang mau saya berikan kepada Tari sebagai kenang–kenangan.” jawab Danar seperti tak mau kalah dengan adiknya yang berani menjawab pertanyaan Pak Rahmat. Pak Rahmat tak menjawab dan hanya mengangguk. “Tari, ada temanmu yang ingin bertemu.”Sesaat kemudian, gadis cantik itu keluar dari dalam rumah. Danar dan Adit begitu terpesona memandangi gadis itu.“Danar sama Adit nyari Tari kenapa?” tanya Tari.“Danar semalem dikasih tahu sama Ibu, katanya Tari mau pindah ke Jakarta, ya?” tanya Danar.“Iya. Soalnya Papa Tari dipindahtugaskan ke sana.” “Oh, gitu? Terus Tari tinggal di sini lagi nggak?” giliran si Adik yang bertanya.“Nggak tahu. Tergantung Papa. Emangnya kenapa?” “Nggak apa-apa. Danar cuma mau bilang kalo Danar seneng banget punya temen seperti Tari dan nggak mau pertemanan ini berakhir.” Tari tersenyum, “Tenang aja, Danar sama Adit selamanya akan selalu jadi temen Tari. Nggak akan Tari lupain.” “Oh iya, ini Adit bawain hadiah buat Tari.” kata Adit sambil menyerahkan stoples permen kiss warna merah. “Ini juga Danar bawain hadiah buat Tari.” kata Danar sambil menyerahkan stoples permen kiss tetapi berwarna biru. Danar dan Adit menoleh bersamaan. Di dalam hati mereka sama–sama berkata, “Idih, anak ini ikut-ikut aja. Nggak kreatif banget. Malu-maluin gue aja. Sana pulang!” Kemudian mereka saling terdiam. Tak ada obrolan yang tercipta. Mereka bertiga saling berusaha menata hati masing-masing. “Ehm, kalau Tari pergi, nanti yang tinggal di sini siapa?” tanya Danar. “Oh, Tari sama keluarga bakalan pindah ke Jakarta semua. Jadi nanti rumah ini mau ditempatin sama sepupu Tari, namanya Rita. Itu orangnya.” kata Tari sambil menunjuk ke arah jalan. Di jalan, seorang gadis baru turun dari mobil. Dia memakai gaun bermotif bunga yang membuat mata Danar dan Adit melotot saking terpesonanya. “Hai, apa kabar?” sapa Tari ketika Rita datang menghampiri.“Baik! Kamu gimana? Duh, Makin cantik aja, Jeng?” “Hahaha, bisa aja kamu. Oh iya, kenalin tetangga aku. ” Danar dan Adit berebutan menyalami tangan Rita. Tari menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah kakak beradik itu. “Tari, yuk kita berangkat.” kata papanya sambil berjalan menuju mobil. “ Iya, Pa. ” jawab Tari. “Nah, Tari berangkat dulu ya. Kapan-kapan kita bertemu lagi.” kata Tari.“Iya. Hati-hati di jalan” jawab Danar dan Adit singkat karena mata mereka tak bisa lepas dari kecantikan Rita.

Mobil yang ditumpangi Tari perlahan-lahan menjauh dan kini tak terlihat lagi, hanya meninggalkan bau asap knalpot. Rita pun telah masuk ke rumah karena dipanggil Mamanya untuk merapikan barang, meninggalkan Danar dan Adit yang terpaku penuh keterpesonaan di pagar rumah. “Pokoknya gue duluan yang liat.” kata Danar.“Gue!” “Gue!” “Kalo elo, apa buktinya?” tanya Adit. “Pokoknya kalo gue bilang gue ya gue!” “Mentang-mentang elo lebih tua kok maksa.” “Biarin, orang yang liat Rita gue duluan.” “Gue!” “Gue!” Byuuuurrr. Seseorang menyiram mereka dengan air yang ternyata papanya Rita, “Pergi! Pagi-pagi udah ribut kayak orang nggak punya rumah.” teriak papanya Rita yang kontan membuat Danar dan Adit berlari belingsatan.

Di teras rumah, mereka berdua duduk sambil menenangkan diri. Baju mereka berdua basah kuyup disiram air oleh papanya Rita.Tiba-tiba Danar berkata kepada Adiknya, “Dit, Rita buat elo aja deh.” “Nggak usahlah, kak. Buat elo aja, gue males pacaran.” jawab Adit. “Halah, elo males pacaran apa takut sama bokapnya?” tanya Danar. “Sama bokapnya kali, ya?” jawab Adit. Mereka berdua tertawa sambil berangkulan memasuki rumah. Dan kini mereka kembali berteman dan akur. Sekarang sudah tak lagi terdengar atau terlihat pertengkaran mereka gara-gara tetangga yang tinggal di samping rumah.

Nama : Adnan Prabowo.

NIS : 69824.

Tanggal lahir : Bandar Lampung, 7 Agustus 1991.

Alamat : Jl. Cengkeh V No.83
Wayhalim, Bandarlampung.

Sekolah : SMA Xaverius Bandar Lampung (kelas XII IPA 1)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda