Blogger Template by Blogcrowds

SELAMAT DATANG DI RUANG KECIL KAMI

Curahan Hati

Curahan Hati

Erwin Wibowo, pegawai Kantor Bahasa Provinsi Lampung
Menulis puisi bagi sebagian orang adalah pekerjaan yang menyenangkan. Karena dalam proses menulis puisi mereka dapat menuangkan ide dan imajinasinya. Seseorang yang telah menjadikan penulisan puisi sebagai hobi, biasanya, akan mencurahkan segenap pikiran dan perasaannya untuk menghasilkan puisi yang baik. Dengan demikian, setiap puisi yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai representasi kejiwaan dan perasaan penulis tersebut.
Dalam KBBI dijelaskan bahwa puisi merupakan
gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Ini berarti, sebuah susunan kata-kata dapat dikategorikan sebagai puisi jika susunan kata-kata itu memiliki bunyi, irama, dan makna khusus.
Dalam perkembangannnya puisi mengalami berbagai macam perubahan. Puisi tradisional sesungguhnya sudah dikenal masyarakat sejak dulu. Puisi tradisional ini biasa disebut pantun. Akan tetapi, sebetulnya setiap daerah di Indonesia memiliki karya sejenis pantun ini dengan nama yang berbeda-beda.
Puisi yang kita kenal sekarang sudah ditekuni oleh banyak sastrawan yang sebagian besar juga mendedikasikan dirinya sebagai budayawan. Artinya, karya sastra yang mereka lahirkan lebih banyak berangkat dari kehidupan masyarakat di sekitarnya sehingga karya-karya yang mereka lahirkan dianggap sebagai bentuk kepedulian mereka kepada masyarakat. Taufik Ismail, misalnya, banyak mengangkat masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat, seperti kemiskinan, kekuasaan para penguasa, dan ketidakadilan.
Tidak jarang juga sastrawan besar yang lebih senang menjadikan dirinya sebagai objek maupun subjek dalam puisinya. Artinya, puisi yang dilahirkan merupakan curahan perasaan atas peristiwa yang dialaminya.
Membaca puisi karya Raisa Marleni Fasya siswa SMA Perintis 2 Bandarlampung, sejenak kita disuguhkan dengan deretan kata yang sederhana. Tidak banyak metafora yang dihadirkan oleh Raisa. Puisi yang disajikannya lugas dan kata-kata yang digunakan mudah dicerna. Usia Raisa yang dibilang masih sangat muda memberikan banyak imajinasi dan inspirasi. Secara psikologis, orang muda merupakan sosok yang masih dalam pencarian jati diri. Oleh karena itu, ketika seorang yang masih berusia muda menciptakan sebuah puisi, seringkali yang hadir adalah karya yang menggambarkan rasa yang mereka miliki. Rasa cinta menjadi pilihan utama untuk diangkat menjadi sebuah karya. Puisi dijadikan salah satu media untuk mengungkapkan rasa cinta, terutama kepada lawan jenis.
Membaca puisi-puisi Raisa semakin membuktikan bahwa tema cinta adalah tema utama pilihan remaja dalam berkarya. Tema cinta yang diangkatnya lebih universal yang tidak hanya berkaitan dengan cinta kepada lawan jenis, tetapi juga cinta kepada Tuhan, negara, sahabat, dan cinta kepada orang tua. Dalam beberapa puisinya juga terselip pesan moral dan kritik sosial terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
Dalam puisi “Indonesiaku Kembali Menangis”, Raisa mengungkapkan keprihatinannya terhadap negeri ini yang terus-menerus dilanda musibah. Bencana alam, kelaparan, dan teror bom menimbulkan keprihatinan yang mendalam pada diri Raisa. Pada bait pertama, baris pertama Raisa sudah memberi penekanan pada makna puisinya //Dan kembali terulang semua traumatik yang pernah terobati // dalam bait ini Raisa menggambarkan bagaimana kejadian ini (teror bom) sudah pernah terjadi di Indonesia, tidak hanya sekali bahkan berulang kali, dan itu kembali terjadi saat ini. Teror bom yang terjadi sangat memengaruhi pandangan dunia terhadap Indonesia. kekesalan terhadap kejadian itu pun terlihat dalam diri Raisa yang tergambar dalam bait selanjutnya Disaat kesebelasan terhebat dikolong langit ini akan berlaga. // Disaat hari kemerdekaan sebentar lagi akan tiba. // Disaat bulan yang lebih baik dari seribu satu bulan akan berkumandangan. Menarik, puisi “Indonesiaku Kembali Menangis” memperlihatkan bagaimana rasa cinta Raisa kepada negerinya, dan harapan akan negeri yang damai, aman dan tentram.
Tema cinta dan kasih sayang juga tergambar dalam puisi Raisa selanjutnya yang berjudul “Terima Kasih Bunda”, dalam puisi ini Raisa menggambarkan bagaimana perjuangan cinta dan kasih sayang seorang ibu dalam membesarkan anaknya hal ini terlihat dalam bait berikut ini Dari mulai mengandung, menyusui, membesarkanku. // Dan semua itu engkau lakukan tanpa pernah mengeluh. Perjuangan seorang Ibu untuk membesarkan anaknya memang sangat besar dan tidak ternilai harganya, hal yang tak mungkin terbalas dengan apa pun, setidaknya terlihat pemakaian metafora gunung dan samudera pada bait ketiga.
Selanjutnya pada puisi “Sahabat Selalu Bersama” Raisa masih membawa tema cinta dan kasih sayang, tetapi cinta dan kasih sayangnya ditujukan kepada sahabatnya. Dalam puisi ini, Raisa mencoba menceritakan tentang arti sebuah persahabatan. Persahabatan yang sudah terjalin lama dan sangat indah. Lagi-lagi pada puisi ini Raisa memakai bahasa yang sederhana. Puisi ini merupakan curahan hati Raisa yang ditunjukan kepada sahabat baiknya, dengan persahabatan yang sudah mereka jalin sejak dulu. // Tak terhitung suka dan duka yang kita lewati bersama. // Tak sedikit perselisihan yang menyertai jalan kita.
Tema cinta dan kasih sayang juga tertuang dalam puisi Raisa lainnya yang berjudul “Harapku, Cintaku, Untukmu”. Pada puisi ini, Raisa mencoba mengisahkan cintanya kepada seseorang yang dikasihinya. Pada bait pertama ada penekanan rasa oleh Raisa bahwa dia benar-benar cinta dan sayang pada orang yang dikasihinya Tuhan… // Saat ini aku pejamkan mataku. // Untuk sejenak kembali ke masa lalu. // Dan seolah menghadirkan dia disampingku. Harapan dan doa untuk seseorang yang dikasihinya pun terpancar dalam bait kedua dalam puisi ini, Raisa ingin orang yang disayanginya dapat hidup bahagia selamanya.
Pada puisi “Hak dan Perjuangan yang Tergadaikan”, tema yang dihadirkan pada puisi ini, Raisa mencoba mengungkapkan pesan moral dan kritik sosialnya. Pada puisi ini Raisa bercerita tentang bagaimana kisah pilu pasien di rumah sakit. Disetiap ruangan terdengar rintihan lirih nyaris tak terdengar.//Dan tak lupa sebait kata hiburan berdengung silih berganti. Pada bait kedua, kritikan terlontar oleh Raisa Dokter, kemanakah engkau?, pada bait ini mungkin Raisa ingin berbagi pengalamannya tentang pelayanan seorang dokter yang lambat dalam menangani pasien. Pada bait selanjutnya Raisa semakin menekankan bagaimana kinerja dokter yang kurang baik menangani pasien. Tetapi engkau tak terlihat, kemanakah engkau? //Engkau yang begitu dibutuhkan, sering terhalang waktu.//Engkau yang begitu diharapkan, sering melepas tanganmu. Citra penglihatan tergambar oleh Raisa, yang memperkuat gambaran tidak baik dalam rumah sakit, // Aku masih ingat seorang bocah yang minggu kemarin terbaring disebelahku. // Dia tak berhenti menangis siang dan malam. // Perutnya membuncit, entah itu kekenyangan atau kelaparan.
Merangkai pesan moral yang tergambar dalam setiap puisi Raisa akan menyadarkan kita betapa besarnya makna cinta dan kasih sayang bagi manusia. Terlepas dari itu, yang perlu diperhatikan seorang penulis, kalau belum bisa disebut penyair, ketika menulis puisi adalah kecermatan menggunakan kata. Layaknya, seorang penulis harus tahu persis makna sebuah kata yang digunakannya dalam puisi. Seorang penulis puisi, misalnya, harus tahu persis perbedaan bocah dan anak sehingga ketika harus memilih kata apa yang akan digunakan di antara keduanya, penulis sudah paham betul akibat yang muncul dari penggunaan kosakata tersebut. Begitupun pemilihan kata yang berimbuhan dan kata yang tidak berimbuhan, keduanya menimbulkan dampak yang berbeda pada puisi. Kata berhenti dan henti, misalnya, merupakan dua kata yang memiliki kemiripan makna, tetapi dapat menimbulkan dampak yang berbeda ketika digunakan dalam puisi. Ini berarti, pengetahuan bahasa menjadi syarat mutlak bagi seorang penulis puisi khususnya untuk dapat menciptakan karya yang berbobot.
Secara umum, puisi-puisi Raisa, paling tidak, dapat mewakili perasaan, kegundahan, dan kepedulian kaum muda terhadap dunia di sekitarnya. Bila tak ada gading yang tak retak, tentunya puisi Raisa ini pun belum bisa dikatakan sempurna. Banyak membaca karya orang lain akan banyak pula membantu seorang penulis untuk mengembangkan wawasannya sehingga nantinya juga mampu menciptakan karya yang lebih baik. Selamat membaca, salam!

Diterbitkan di Radar Lampung, hari Minggu tanggal 23 Agustus 2009


Indonesiaku Kembali Menangis.


Dan kembali terulang semua traumatik yang pernah terobati.
Disaat dunia memuja dan memuji pesta demokrasi negeriku.
Disaat kesebelasan terhebat dikolong langit ini akan berlaga.
Disaat hari kemerdekaan sebentar lagi akan tiba.

Disaat bulan yang lebih baik dari seribu satu bulan akan berkumandangan.
Negeriku indonesia kembali menangis …

Ledakan disana sini menghancurkan harapan Negeriku.
Menghilangkan asa yang terbangun dengan susah payah.
Jangan … aku mohon pada siapa saja yang mendengarku.
Aku mohon sejarah hitam ini tak lagi terulang.


Kapan Negeriku akan kembali damai?
Haruskah orang yang tak berdosa kembali menjadi korban?
Untuk apa semua itu terjadi?

Bukankah Negeriku cinta damai.
Antar bangsa, antar etnis, antar agama tak mengingingkan semua ini.
Hentikan … hentikan …
Tak terpikirkan berapa lagi orang tua yang akan kehilangan anak.

Berapa lagi anak yang akan kehilanganorang tua.
Berapa lagi? Berapa lagi? Berapa lagi saudara kita yang mati begitu saja?
Hentikan … hentikan …
Negeriku Indonesia tak boleh lagi menangis …

Terima Kasih Bunda

Tetes air mata membasahi pipiku.
Disaat aku mengingat semuanya.
Semua pengorbanan yang telah engkau berikan kepadaku.
Dari mulai mengandung, menyusui, membesarkanku.
Dan semua itu engkau lakukan tanpa pernah mengeluh.
Tak kuasa aku membayangkan yang pernah kau rasakan
Peluh, air mata, juga lelah yang pasti datang silih berganti.

Setiap aku membayangkan semua itu, aku semakin mengagumimu.
Aku ingin suatu hari nanti menjadi sepertimu.
Aku ingin membesarkan anak-anakku, seperti engkau membesarkanku.
Dan aku ingin anak-anakku mengagumiku, seperti aku mengagumimu.

Oh Bunda, tak akan cukup gunung kuberikan padamu.
Takkan cukup samudera kuhadiahkan padamu.
Takkan cukup apa yang ada didunia ini untuk kupersembangkan padamu.

Hanya doa, doa semoga engkau bahagialah yang menurutku cukup.
Tuhan, berikanlah Bundaku kebahagiaan yang tersempurna.
Selalu hanya untukmu Bundaku, Bundaku,
Bundaku, dan Ayahku.

Sahabat Selalu Selamanya.

Tak terasa telah lama kita mengarungi masa remaja bersama.
Tak terhitung suka dan duka yang kita lewati bersama.
Tak sedikit perselisihan yang menyertai jalan kita.
Begitu banyak kenangan indah yang bisa diingat.
Tanpa sadar kita telah beranjak dewasa.


Namun tali persahabatan kita tak lekang oleh zaman.
Zaman bolehlah berubah, tetapi tali kita tak boleh terputus.
Aku tak pernah ingin kehilanganmu sahabat.
Hidup ini begitu keras yang aku yakin tak mampu kulalui sendiri.

Aku membutuhkanmu, aku tak bisa sendiri tanpamu sahabat.
Ingatlah selalu wahai sahabatku.
Dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun.
Kau akan selalu menjadi orang yang terpenting dalam hidupku..

Hak dan Perjuangan yang Tergadaikan.

Orang-orang hilir mudik menyelusuri lorong penuh sesak.
Disetiap ruangan terdengar rintihan lirih nyaris tak terdengar.
Dan tak lupa sebait kata hiburan berdengung silih berganti.


Dokter, kemanakah engkau?
Setiap raungan dan rintihan yang tak terdengar membutuhkanmu.

Tetapi engkau tak terlihat, kemanakah engkau?
Engkau yang begitu dibutuhkan, sering terhalang waktu.
Engkau yang begitu diharapkan, sering melepas tanganmu.
Aku masih ingat seorang bocah yang minggu kemarin terbaring disebelahku.

Dia tak berhenti menangis siang dan malam.

Perutnya membuncit, entah itu kekenyangan atau kelaparan.
Yang aku tahu, badannya hanya tulang berbalut kulit.

Ya Tuhan, dia pergi menghadap-Mu tanpa ada perjuangan yang berarti.
Dengarlah wahai bagi mereka yang mempunyai telinga.

Lihatlah wahai bagi mereka yang mempunyai mata.
Bukalah wahai bagi mereka yang mempunyai hati.
Aku tak tahan lagi melihat kematian tergadaikan dengan begitu mudahnya.


Harapku, Cintaku, Untukmu …

Tuhan …

Saat ini aku pejamkan mataku.
Untuk sejenak kembali ke masa lalu.
Dan seolah menghadirkan dia disampingku.

Tuhan …
Berikanlah dia kebahagiaan dalam hidupnya.
Agar dia dapat tersenyum untukku.
Buatlah dia merasa bangga akan hasil usahanya.
Agar dia dapat menceritakannya padaku.
Tunjukkan padanya betapa indahnya dunia.
Agar dia dapat membuat pelangi dalam hidupku.
Dan jauhkan dia dari rasa sakit dan kesedihan.
Karena hal itu akan membuat perih dihatiku.

Nama : Raisa Marleni Fasya
Tempat/Tgl lahir :Yogyakarta, 22/4/1992
NIS :914
Sekolah : SMA Perintis 2 Bandar Lampung (XII IPS VI)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda