Menata Cerpen Bergenre Remaja
Erwin Wibowo, Pegawai Kantor Bahasa Provinsi Lampung
Geliat sastra tanah air sudah kita rasakan beberapa tahun terakhir ini. Penulis-penulis muda bermunculan dengan mengusung tema yang beragam. Akan tetapi, tema percintaan rupanya tetap menjadi primadona yang tak ada habisnya untuk diungkapkan. Di samping itu, penulis-penulis muda dengan misi tertentu juga semakin giat berkarya melalui tulisan-tulisan mereka. Kelompok penulis muda yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena, misalnya, yang fokus pada cerpen-cerpen bertema keislaman.
Tentunya penulis-penulis di luar kelompok itu juga tidak kalah. Hanya saja, penulis-penulis muda yang lahir dengan mengembangkan kreativitas tanpa terikat pada organisasi kepenulisan tertentu banyak yang mengalami kesulitan, terutama dalam hal penguasaan teknik bercerita. Membaca cerpen Adnan Prabowo, siswa SMA Xaverius Bandarlampung, saya dapat menduga bahwa Adnan belajar menuangkan ide secara otodidak. Adnan hanya berbekal pengetahuan yang diberikan guru Bahasa Indonesianya di sekolah dan kemudian dicobanya merangkai kata-kata menjadi sebuah cerpen. Namun demikian, menulis cerpen tentunya bukan perkara mudah; bukan juga perkara sulit. Diperlukan ketekunan, pengetahuan, dan perenungan agar tercipta sebuah cerpen yang baik.
Cerpen “Kakak Adik Rebutan Tetangga” ini berangkat dari sebuah ide sederhana, percintaan, yang kemudian dikemas dengan memasukkan konflik yang sederhana. Cerita khas remaja dikemas dengan menampilkan konflik antartokoh yang muncul dalam kehidupan bersaudara. Hubungan persaudaraan yang biasanya dipenuhi cerita bahagia, oleh Adnan diselipkan sedikit pertikaian yang disebabkan oleh cinta segitiga.
Cerpen ini bercerita tentang seorang kakak dan adik yang memperebutkan seorang wanita. Kakaknya bernama Danar dan adiknya bernama Adit. Keduanya sedang tergila-gila oleh kecantikan tetangga barunya yang bernama Tari. Dengan cara itulah penulis memunculkan konflik antartokoh. Akan tetapi, penulis seperti tergesa-gesa menyelesaikan konflik tanpa memunculkan puncak konflik. Penulis langsung menyelesaikan konflik ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa ayah dari tetangga yang menjadi sumber konflik adalah sosok yang tidak mereka sukai.
Penulis terkenal, Helvy Tiana Rosa, dalam esainya menuliskan bahwa seorang penulis hendaknya menuliskan kalimat pertama yang menarik dalam ceritanya, sehingga dapat menarik minat pembaca untuk membacanya hingga selesai. Cerpen Adnan ini sudah dimulai dengan sesuatu yang menarik. Adnan memunculkan dialog di awal cerpen sehingga membuat pembaca ingin terus mengikuti kelanjutan dialog tersebut.
Menulis cerpen bagi penulis pemula tentunya tidak tanpa kendala. Seorang penulis bisa saja tiba-tiba kehilangan ide dan menglami berbagai kesulitan: menampilkan tokoh dalam cerita, menyusun alur hingga tercipta cerita yang baik, membangun logika cerita, hingga pemilihan judul untuk menarik minat pembaca.
Judul yang dipilih oleh Adnan untuk cerpennya boleh dibilang menarik, “Kakak Adik Rebutan Tetangga”. Dari judul ceritanya sudah dapat diduga bahwa cerita yang akan ditampilkan pasti akan menampilkan konflik antara kakak dengan adik. Selebihnya, tokoh yang dihadirkan hanyalah pemanis atau pelengkap munculnya konflik antara kakak dengan adik. Kekurangan Adnan terletak pada teknik pemilihan kosakata (diksi) yang tepat dalam dialog. Misalnya pada kutipan “Halah, kayak dianya suka sama elo aja.” Atau pada dialog “Selamat pagi, Pak.” sapa mereka dengan suara lirih. Nyaris tak terdengar. Papanya Tari menutup koran. Dari kutipan di atas dapat saya simpulkan bahwa Adnan perlu belajar lebih banyak perihal penggunaan partikel –nya dan penggunaan kata-kata yang bersinonim. Kata lirih dalam contoh kutipan di atas tentunya akan lebih pas jika digantikan dengan kata sayup, atau langsung pada nyaris tak terdengar.
Membaca cerpen Adnan, ada yang sangat mencolok yang mencuri perhatian saya. Adnan menghadirkan banyak dialog dalam cerpennya. Dialog merupakan salah satu kekuatan penting dalam cerpen, sehingga membuat cerpen itu menjadi bagus dan lebih memiliki ruh. Dialog yang baik adalah dialog yang sesuai dengan kebutuhan cerita. Akan tetapi, jika dialog yang dimunculkan dalam cerpen terlalu banyak dan kehadirannya dianggap tidak penting malah menimbulkan kejenuhan bagi pembacanya. Di samping itu, dialog juga bertujuan memperkuat karakter tokoh yang akan dihadirkan dalam cerpen.
Dialog yang dimunculkan Adnan dalam cerpennya semestinya bisa dipangkas dan sedikit dipoles, sehingga lebih terkesan tak berlebihan. Kutipan awal cerpen berikut ini misalnya, “Hai Tari!” sapa Danar dan Adit bersamaan.“Hai juga!” balas gadis itu dengan ramah. “Dari pasar, ya?” tanya Adit sembari melihat bungkusan plastik yang tergenggam erat pada jemari Tari. “Iya nih, soalnya minggu besok di rumah Tari mau ada acara.” “Oh gitu, ya? Bolehkan Danar bantuin bawain”, tawar Danar. “Nggak usah, Nar, terima kasih. Oh iya, Tari mau pulang dulu, ya. Nanti Tari dicariin sama Mama”, kata Tari sambil berlalu pergi. Danar dan Adit memandangi Tari yang berlalu pergi. Kemudian kakak beradik itu saling menoleh, “Gue bilang apa kan? Tari itu nggak suka sama elo,” kata Adit. “Halah, kayak dianya suka sama elo aja.” jawab Danar. “Itu sih udah pastilah, secara, gue lebih ganteng dari pada elo”, sahut Adit. “What? Gue gak salah dengerkan?” tanya Danar. “Ah udah ah, capek gue ngomong sama elo. Pokoknya Tari suka sama gue.” Danar berlalu pergi sambil diikuti adiknya dari belakang. Saya yakin, pembaca sangat merasakan kemunculan dialog yang seharusnya bisa diringkas, sehingga lebih enak dibaca.
Selebihnya, Adnan harus lebih banyak belajar aturan penulisan. Penggunaan tanda baca dan huruf kapital serta penggunaan istilah asing. Istilah asing boleh saja digunakan selama istilah asing yang digunakan itu dapat memperkuat karakter tokoh atau memperkuat cerita. Beberapa catatan saya, Adnan menggunakan kata what yang sebetulnya walaupun digantikan dengan kata apa tidak mengubah kekuatan cerita. Begitupun penggunaan kata handphone dan keypad.
Walaupun cerpen yang ditulis Adnan ini merupakan cerpen yang bergenre remaja, bukan berarti pemilihan kosakata yang tepat dikesampingkan. Rasanya kosakata, elo dan gua tidak akan kehilangan nuansa remajanya bila diganti dengan aku/saya dan kamu. Begitupun penggunaan kata kerja yang berakhiran –in, alangkah lebih indahnya jika tetap memerhatikan tata aturan bahasa Indonesia. Penggunaan kata lupain, bawain, ditempatin, kenalin, ngasihin, dan ngapain tentu akan terasa lebih indah jika diganti dengan lupakan, bawakan, ditempati, kenalkan, memberikan, dan mau apa.
Terlepas dari semua kekurangan yang dimiliki, paling tidak, Adnan sudah mencoba merangkai idenya menjadi sebuah cerita yang cukup enak dibaca. Semoga saja karya Adnan berikutnya lebih menarik dan lebih enak dibaca.
Dimuat di Radar Lampung, bulan Juni 2009
Kakak Adik Rebutan Tetangga
“Hai Tari!” sapa Danar dan Adit bersamaan.“Hai juga!” balas gadis itu dengan ramah. “Dari pasar, ya?” tanya Adit sembari melihat bungkusan plastik yang tergenggam erat pada jemari Tari. “Iya nih, soalnya minggu besok di rumah Tari mau ada acara.” “Oh gitu, ya? Bolehkan Danar bantuin bawain”, tawar Danar. “Nggak usah, Nar, terima kasih. Oh iya, Tari mau pulang dulu, ya. Nanti Tari dicariin sama Mama”, kata Tari sambil berlalu pergi. Danar dan Adit memandangi Tari yang berlalu pergi. Kemudian kakak beradik itu saling menoleh, “Gue bilang apa kan? Tari itu nggak suka sama elo,” kata Adit. “Halah, kayak dianya suka sama elo aja.” jawab Danar. “Itu sih udah pastilah, secara, gue lebih ganteng dari pada elo”, sahut Adit. “What? Gue gak salah dengerkan?” tanya Danar. “Ah udah ah, capek gue ngomong sama elo. Pokoknya Tari suka sama gue.” Danar berlalu pergi sambil diikuti adiknya dari belakang.
Pertemuan dengan Tari di jalan menuju pasar, hampir membuat mereka melupakan titah ibunya yang menyuruh mereka membeli minyak goreng di pasar. Danar dan Adit adalah kakak beradik yang sebelumnya saling menyayangi. Akan Tetapi, semenjak kedatangan Tari, tetangga yang mengontrak rumah di samping rumah mereka seminggu yang lalu, mereka kini saling bermusuhan. Hampir setiap hari mereka meributkan Tari dan berusaha mendapatkan hati gadis itu.
Malam harinya, Danar dan Adit duduk di depan televisi sambil masing–masing menggenggam handphone. Mereka duduk berjauhan. Tiba tiba, ibu mereka muncul dari dapur sambil bertolak pinggang. “Danar! Adit! Ayo belajar! Sudah malam bukannya belajar membaca buku, malah asyik sms-an. Mau jadi apa kalian kalau sudah besar nanti kalau sekarang saja malas–malasan!” kata Ibu. Akan Tetapi, Danar dan Adit tidak mendengarkan. Mereka sibuk memencet keypad ponsel dengan serius sambil sesekali tersenyum menyeringai. “Eh, eh, dibilangin malah nyengir kuda. Lagi sms-an dengan siapa sih kalian?” “Sama Tari, Bu!” jawab mereka bersamaan. Kemudian mereka saling menoleh dan sama–sama melotot. “Oh, Tari di samping rumah kita itu? Anaknya Pak Rahmat itu? Oh ya sudah, mungkin kalian ingin mengucapkan salam perpisahan ,ya, sama Tari?” “Perpisahan?” tanya Danar dan Adit bersamaan.“Iya. Minggu besokkan Tari akan pindah ke Jakarta. Papanya dipindahtugaskan ke sana.” “Apa? ” Danar dan Adit menoleh bersamaan. Mereka hampir tak percaya apa yang mereka dengar.
-000-
Esok paginya Danar dan Adit telah berdandan rapi di kamarnya masing-masing. Mereka telah menyiapkan sesuatu, hadiah yang akan diberikan kepada Tari. “Mau ke mana elo, Dit?” tanya sang kakak. “Urusan gue. Elo sendiri mau ke mana?” tanya Adit. “Mau ke tempat Tari, ngasihin sesuatu buat dia.” jawab Danar “Gue juga mau ngasih sesuatu buat Tari.” “Idih ikut-ikut.” sahut Danar. Adit tak menjawab. Dia berlalu pergi dari hadapan Danar. Danar mengejarnya dan mereka pun berlomba-lomba menuju rumah Tari, di samping rumah mereka.
Sesampainya di rumah Tari, mereka agak ragu melangkah karena pandangan mereka terhadang papanya Tari yang sedang membaca koran di teras rumah. Mereka masuki halaman rumah Tari dengan langkah takut-takut. “Selamat pagi, Pak.” sapa mereka dengan suara lirih. Nyaris tak terdengar. Papanya Tari menutup koran. Lalu bertanya, “Mau ngapain kalian kemari?” tanya Pak Rahmat, papa Tari, dengan galak. Maklum, pak Rahmat adalah seorang Kapolsek yang mempunyai tingkat kedisplinan yang tinggi. Jadi suara kecilnya seperti suara bentakan di telinga Danar dan Adit. Mereka berdua agak melangkah mundur. “Ma .. ma .. mau ketemu Tari, Pak.” Adit memberanikan diri bersuara.“
Mobil yang ditumpangi Tari perlahan-lahan menjauh dan kini tak terlihat lagi, hanya meninggalkan bau asap knalpot. Rita pun telah masuk ke rumah karena dipanggil Mamanya untuk merapikan barang, meninggalkan Danar dan Adit yang terpaku penuh keterpesonaan di pagar rumah. “Pokoknya gue duluan yang liat.” kata Danar.“Gue!” “Gue!” “Kalo elo, apa buktinya?” tanya Adit. “Pokoknya kalo gue bilang gue ya gue!” “Mentang-mentang elo lebih tua kok maksa.” “Biarin, orang yang liat Rita gue duluan.” “Gue!” “Gue!” Byuuuurrr. Seseorang menyiram mereka dengan air yang ternyata papanya Rita, “Pergi! Pagi-pagi udah ribut kayak orang nggak punya rumah.” teriak papanya Rita yang kontan membuat Danar dan Adit berlari belingsatan.
Di teras rumah, mereka berdua duduk sambil menenangkan diri. Baju mereka berdua basah kuyup disiram air oleh papanya Rita.Tiba-tiba Danar berkata kepada Adiknya, “Dit, Rita buat elo aja deh.” “Nggak usahlah, kak. Buat elo aja, gue males pacaran.” jawab Adit. “Halah, elo males pacaran apa takut sama bokapnya?” tanya Danar. “Sama bokapnya kali, ya?” jawab Adit. Mereka berdua tertawa sambil berangkulan memasuki rumah. Dan kini mereka kembali berteman dan akur. Sekarang sudah tak lagi terdengar atau terlihat pertengkaran mereka gara-gara tetangga yang tinggal di samping rumah.
Nama : Adnan Prabowo.
Tanggal lahir : Bandar Lampung, 7 Agustus 1991.
Alamat : Jl. Cengkeh V No.83
Wayhalim, Bandarlampung.
Sekolah : SMA Xaverius Bandar Lampung (kelas XII IPA 1)
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda