LARAS BAHASA: Bom
Yulfi Zawarnis* ONOMATOPE atau peniruan bunyi merupakan salah satu gejala bahasa yang dapat menjadi salah satu alat terbentuknya kosakata. Kokok dan cicit merupakan contoh kosakata yang terbentuk karena gejala bahasa yang disebut onomatope. Dalam lingkup yang lebih luas, kita mengenal kosakata "bom" yang juga merupakan salah satu kosakata yang terbentuk karena gejala onomatope. Bila ditinjau dalam KBBI, kata "bom" berarti senjata yang bentuknya seperti peluru besar yang berisi bahan peledak untuk menimbulkan kerusakan. Secara etimologi, kata "bom" muncul sebagai akibat peniruan bunyi dari suara yang ditimbulkan oleh ledakan tersebut. Kata "bom" memiliki beberapa kata turunan, baik yang diturunkan dari bahasa Indonesia maupun yang diturunkan dari bahasa asing, yakni bahasa Inggris. Turunan kata "bom" dalam bahasa Indonesia, di antaranya, mengebom--melemparkan (menghancurkan dengan bom), pengebom--orang atau pesawat yang mengebom, alat untuk mengebom, pengeboman--penyerangan (penghancuran dsb.) dengan bom; proses, cara, perbuatan mengebom. Ada juga kosakata bahasa Indonesia yang sepertinya terkait dengan istilah "bom", padahal tidak memiliki keterkaitan sama sekali. Kalaupun ada, pastilah itu merupakan pengaitan yang dipaksakan. Kita tentunya tahu istilah "bombastis". Kosakata ini tak ada kaitannya sama sekali dengan bom. Dalam KBBI, bombastis berarti banyak berjanji, tetapi tidak akan berbuat; banyak menggunakan kata dan ucapan yang indah-indah serta muluk-muluk, tetapi tidak ada artinya; bersifat omong kosong; bermulut besar. Kata turunan bom dalam bahasa Inggris yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, di antaranya bomber, yaitu pesawat terbang pengebom, bombardir artinya mengebom, dan bombardemen yang berarti pengeboman. Istilah yang terakhir ini tidak banyak yang menggunakan, entah karena ketidaktahuan atau karena memang lebih suka menggunakan istilah pengeboman. Bila kita cermati lebih jauh, turunan kata "bom" yang diserap dari bahasa Inggris sering tidak tepat penggunaannya. Meledaknya bom di Hotel Ritz Carlton dan J.W. Marriot serta penangkapan seseorang yang diduga merupakan salah satu pelaku pengeboman di Temanggung dan Bekasi memopulerkan kosakata bomber. Entah disengaja atau tidak, penggunaan istilah bomber ini digunakan oleh banyak media massa di Indonesia. Bila kita kembali pada makna kata bomber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), saya yakin, semua orang setuju bahwa penggunaan kata bomber selama ini masih salah kaprah. Mungkin saja kesalahan ini terjadi karena dalam bahasa Inggris, kata kerja atau kata benda yang diberi akhiran -er akan berubah menjadi kata benda yang merujuk pada orang, semisal singer, writer, teacher, dan driver. Bila ditelusuri maknanya berdasarkan konteks kalimat, penggunaan istilah pengebom lebih mudah dipahami dan lebih taat asas karena bomber tidak merujuk pada orang yang melakukan, tetapi merujuk pada alat. Kesalahkaprahan penggunaan istilah tertentu yang diserap dari bahasa asing sering terjadi karena pengguna bahasa tidak tahu persis asal kosakata yang digunakan itu. Apakah kosakata itu diserap kata dasarnya ataukah merupakan kosakata yang sudah diserap utuh dari kata turunannya. Ini pula yang menyebabkan mengapa banyak pengguna bahasa yang lebih sering menggunakan standarisasi dan legalisir alih-alih standardisasi dan legalisasi.*** * Staf Kantor Bahasa Provinsi Lampung |
terbit di Lampung Post, 9 September 2009
0 Comments:
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda