Blogger Template by Blogcrowds

SELAMAT DATANG DI RUANG KECIL KAMI

Pesan Terakhir Dalam Cerpen

Pesan Terakhir Dalam Cerpen

Erwin Wibowo, Staf Pembinaan, Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Menulis cerpen bukan pekerjaan yang sulit, tetapi juga bukan pekerjaan yang mudah. Pada dasarnya, seorang penulis cerpen hanya memerlukan kepekaan terhadap lingkungan dan sedikit kreativitas untuk mengolah kata-kata. Seorang penulis cerpen pastlilah menghasilkan karya berdasarkan situasi yang dilihatnya, dirasakan, atau mungkin dialaminya. Oleh karena itu, tema yang diangkat dalam sebuah cerpen biasanya tidak jauh dari hal keseharian kita, cinta, kebencian, kasih-sayang.
Kesuksesan penulis cerpen dalam menghasilkan karyanya bergantung pada cara penulis itu menghadirkan tokoh, membentuk alur, dan menyiasati sudut pandang cerita sehingga tercipta sebuah karya yang enak dibaca dan mendatangkan kesan mendalam bagi penulis maupun pembacanya.
Membaca cerpen “Surat Terakhir Ita” karya Hasti Wuryani, kesan pertama yang saya dapat adalah penyesalan yang dalam dari seseorang yang ditinggal pergi oleh sahabatnya. Cerita ini bermula dengan kisah persahabatan antara Ita dan Rina. Persahabatan mereka yang sudah terjalin dua tahun lamanya sangat memberi warna kepada mereka. Akan tetapi, persahabatan mereka masih diwarnai ketidakjujuran dari Ita. Diam-diam Ita mengonsumsi narkoba sehingga membuat nyawanya terengut. Bukan hanya itu, persahabatan yang mereka jalin juga ternodai dengan kehadiran seorang lelaki yang sama-sama mereka idamkan.
Cerpen “Surat Terakhit Ita” berangkat dari ide yang sederhana, persahabatan yang dibumbui kisah cinta dan sedikit konflik yang sederhana pula. Tema yang diangkat Hasti dalam cerpennya ini umum dialami oleh remaja zaman sekarang, sehingga untuk memahaminya tidak diperlukan ketekunan yang mendalam untuk membacanya. Menarik, cerita ini menarik karena menggambarkan kondisi psikologis remaja yang masih labil, sehingga sulit mengendalikan emosi mereka yang “meledak-ledak”.
Pembuka cerpen ini cukup menarik karena Hasti mencoba menghadirkan sosok Ita yang sudah meninggal “Baru semalam Ita memberikan jam tangan yang kini melingkar di pergelangan tangan ku. Baru kemarin Ita tersenyum sambil berkata “aku bersyukur memiliki sahabat seperti mu” dan baru pagi ini ia meninggalkan ku untuk selamanya dengan sebab yang sungguh sulit ku terima. Kepergianya membuat ku tak pantas menyandang sebutan sahabat dari bibirnya. Kepergian yang tak pernah ku ingin bahkan tak pernah terfikir oleh ku Ita akan melakukanya. Hati ini rasanya tercabik, air mata tak habis kekeringan selalu saja mengalir. Kematian yang sulit ku terima sebab tak ada yang tahu tentang kematianya.”
Alur kilas balik yang dihadirkan Hasti ini akan membuat pembaca penasaran untuk mengetahui kelanjutan cerita.Selain alurnya yang menarik, dalam cerpen ini Hasti tidak melibatkan banyak tokoh, sehingga pembaca hanya akan terfokus pada tokoh Rina dan Ita yang menjadi penentu jalannya cerita.
Menulis cerpen bagi penulis muda tentunya tidak tanpa kendala. Seorang penulis bisa saja tiba-tiba kehilangan ide dan mengalami kesulitan mengembangkan cerita dan memperlakukan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Bahkan yang paling sederhana, seorang penulis cerpen bisa menemukan kesulitan ketikat harus menentukan judul yang tepat untuk rangkaian cerita yang sudah disusunnya. Hal ini dapat dimaklumi karena judul merupakan bagian penting dalam sebuah karya yang menjadi penentu ketertarikan pembaca terhadap isi karya secara keseluruhan. “Surat Terakhir Ita” judul yang dipilih oleh Hasti, paling tidak, mampu membuat orang bertanya “ Apa pesan yang terdapat dalam surat terakhir Ita itu?”
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menulis cerpen adalah bagaimana membangun konflik dengan baik. Konflik adalah pergumulan yang dialami oleh tokoh dalam cerita, baik konflik internal maupun konflik eksternal. Konflik internal yaitu konflik yang dialami tokoh dengan dirinya sendiri, terutama terjadinya ketidakselarasan antara hati, pikiran, dan perbuatan. Konflik ekstenal biasanya dialami tokoh dalam cerita dengan tokoh lain maupun dengan alam dan lingkungan di sekitarnya. Dalam cerpen ini, Hasti mencoba menghadirkan konflik yang juga sederhana. Konflik batin yang dirasakan oleh Rina atas kepergian Ita sangat terasa dalam cerpen ini.
Gaya naratif cerpen Hasti yang miskin dialog membuat cerita ini sedikit monoton karena sesungguhnya dialog merupakan salah satu kekuatan penting dalam cerita. Dialog yang baik adalah dialog yang sesuai dengan kebutuhan cerita. Akan tetapi, jika dialog yang dimunculkan dalam cerpen terlalu banyak dan kehadirannya dianggap tidak penting malah menimbulkan kejenuhan bagi pembacanya. Di samping itu, dialog juga bertujuan memperkuat karakter tokoh yang akan dihadirkan dalam cerpen.
Hal yang perlu diperhatikan juga dalam menulis cerpen adalah bagaimana kita menggunakan bahasa, karena bahasa menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh dalam membangun karya sastra. Gaya bahasa yang lugas diperlukan karena yang terpenting dalam sebuah cerpen adalah kesatuan cerita yang dibangun yang tentunya hanya dapat dicapai dengan penggunaan bahasa yang lugas dan cermat.
Setelah membaca cerpen ini saya menemukan beberapa kesalahan yang berupa penulisan kata, seperti kata fikir, yang seharusnya pikir. Selain itu, penggunaan tanda baca dalam cerpen ini juga masih banyak yang salah, seperti “Ternyata selama Ita tidak pernah bercerita bahkan aku yang kemarin dia anggap sahabat tapi tak pernah tahu apa yang selama ini terjadi pada Ita.”, dalam kalimat ini tidak ada penggunaan tanda baca seperti tanda koma (,) yang seharusnya bisa diletakkan pada “Ternyata selama Ita tidak pernah bercerita, bahkan aku yang kemarin dia anggap sahabat, tapi tak pernah tahu apa yang selama ini terjadi pada Ita.” Memahami ejaan, penggunaan tanda baca adalah hal yang mutlak dalam menulis. Penggunaan tanda baca yang baik akan menjadikan suatu cerpen dapat dipahami dengan baik oleh pembacanya.
Sebagai penulis muda, Hasti masih perlu banyak membaca karya sastra, untuk menambah wawasannya. Masih banyak kelemahan dan kekurangan yang harus di perbaiki, seperti pemakaian tanda baca, menempatan tanda titik dan koma yang tepat. Banyak memcasa karya sastra dapat memberikan banyak ide dan contoh cara menguguhkan cerita yang menarik. Terlepas dari kekurangan yang ada, Hasti sudah mencoba untuk membuat karya sastra. Teruslah berkarya.

Diterbitkan di Radar Lampung, Tanggal 24 Januari 2010.


Surat Terakhir Ita

Baru semalam Ita memberikan jam tangan yang kini melingkar di pergelangan tangan ku. Baru kemarin Ita tersenyum sambil berkata “aku bersyukur memiliki sahabat seperti mu” dan baru pagi ini ia meninggalkan ku untuk selamanya, dengan sebab yang sungguh sulit ku terima. Kepergianya membuat ku tak pantas menyandang sebutan sahabat dari bibirnya. Kepergian yang tak pernah ku ingin bahkan tak pernah terfikir oleh ku, Ita akan melakukanya. Hati ini rasanya tercabik, air mata tak habis kekeringan selalu saja mengalir. Kematian yang sulit ku terima sebab, tak ada yang tahu tentang kematianya.

Pagi itu ketika Bi Inah pembantu Ita masuk kamar untuk membangunkan Ita. Seperti pagi biasanya namun tak ada jawaban dari balik pintu kamar. Akhirnya tanpa komando Bi Inah langsung masuk kamar dan terkejut melihat tubuh Ita yang nyaris. “Bu…” Bi inah langsung berteriak memanggil Ibu nya Ita ketika mendekat tubuh Ita. Pagi itu tubuh Ita memang masih tidur layaknya orang tidur namun tidur yang benar-benar lelap. Mulutnya telah di penuhi busa, tumpahan obat-obat yang tak di kenal mengelilingi tubuhnya, sebagian masih ada di genggaman jemarinya. Seperti biasanya ketika berangkat ke kampus, aku selalu menghampirinya. Namun pagi ini, tanpa di rencana aku malah menghantar Ita ke RS Kusuma Bekti dan lebih menyakitkan lagi dokter mengatakan nyawa Ita tak dapat lagi di selamatkan karena obat yang di minumnya sudah terlalu banyak.

Ita over dosis….

Ternyata selama Ita tidak pernah bercerita bahkan aku yang kemarin dia anggap sahabat tapi tak pernah tahu apa yang selama ini terjadi pada Ita. Hingga hati ku bertanya “pantaskah aku di sebut sahabat?” Tak pernah ada yang ku tutupi dari diri ku semua ku ceritakan pada Ita. Tapi kenapa Ita harus menyembunyikanya, ataukah mungkin aku yang kurang peduli dan tidak perhatian pada Ita. Sejauh yang ku kenal Ita anak yang periang, seolah hidupnya tiada beban. Ia jarang mengeluh malah aku yang sering kali mengeluh padanya. fisiknya tak pernah sakit, pergaulanya lebih sering di habiskan bersama ku. Hampir semua kegiatan yang ia jalanni aku tahu jadwalnya. Tapi kenapa aku tidak tahu dari mana Ita mengenal obat ini. Meski aku baru kuliah ini mengenalnya tapi selama dua tahun ini hanya aku kawan dekatnya.

Sulit ku percaya tubuh Ita yang kini ada di hadapan ku. Tubuh yang di selimuti kain batik jawa, yang di kelilingi orang-orang berpakaian hitam. Baru kali ini ku rasakan kehilangan yang mendalam di tinggalkan orang yang ku tahu memiliki semangat tinggi, memiliki satu mimpi yang sama, mimpi untuk dapat membaca buku kuliah di bawah gugurnya sakura. Semakin ku lihat tubuh kaku Ita semakin aku ingin berlari dan berteriak

“Tidak…..”

Aku tak sanggup lagi dan kalap…

Tubuh ku jatuh lemas, tapi kesadaran ku masih tersisa, ku dengar sahutan orang sekeliling ku untuk segera menolong ku, entah suara dari siapa. Aku rasakan tubuh ku yang lemah di angkat orang dan di bawa ke ranjang tidur Ita. Dalam kesadaran yang tersisa batin ku kembali bicara “aku harus kuat”. Aku harus ikut mengantar kepergian Ita untuk selamanya. Mbak Retno sepupu ita membimbing ku agar aku kuat. Keyakinan ku akan sanggup bangun membuat ku sadar dan langsung memeluk Mbak Retno. “Mbak aku ngerasa ga’ pantes buat Ita, apa aku pantes di sebut sahabat padahal aku selama ini ga’ tahu apa yang selama ini terjadi dengan Ita?”

“sudah Rin, mungkin ini memang sudah takdir-Nya, kita ga’ pernah tahu kapan azal datang?”

“tapi mbak aku ga’ sanggup melihat tubuh Ita, kematian Ita yang mendahului takdir”

“sudah Rin, yang harus kamu lakukan sekarang berdoa agar Ita di maafkan dan di ampuni dosanya”

“aku ingin lihat Ita lagi Mbak” pinta ku sambil merintih

‘tapi kamu janji, harus kuat’

‘ia mbak’

“kasihan Ita, dia akan lebih berat kalau kamu terus seperti ini”

Aku hanya menunduk selanjutnya beranjak karena ita akan segera di makamkan dan mbak Retno menuntun ku dari belakang hingga prosesi penguburan selesai. Setelah kondisi ku mulai terkendali naluri detektif ku kembali hadir, aku masih berfikir sebab kematian Ita. Selesai prosesi pemakaman aku masuk kamar ita dengan alasan mengambil barang yang tertinggal. Ku cari di sekeliling sesuatu yang bisa ku jadikan petunjuk dan ternyata aku menemukan selembar kertas yang tergeletak di sudut meja belajar Ita dekat foto aku bersama Ita di Borobudur yang terpajang di bingkai hijau yang juga ku miliki.


Hy Rin…

Aku tahu naluri detektif akan menuntun diri mu mencari tahu penyebab kepargian ku, maaf kan aku yang mendadak tanpa izin pada mu. Maaf kan aku juga rin yang tak pernah memberi tahu mu semua tentang ku. Sudah lama kita bersahabat, dua tahun bukanlah waktu yang pendek untuk ku tidak menyebut mu sahabat. Tapi sudah lama juga aku menenal obat ini, jauh sebelum aku mengenal mu. Kehadiran mu menyadarkan ku untuk membuang dan meninggalkan obat yang aku tahu bahayanya. Awalnya aku benci dengan mu karena kau wanita yang di pilih Dion untuk jadi pacarnya dan kau tidak menolak. Aku tidak menyalahkan mu, mungkin salah ku juga yang tak tak pernah bercerita tentang Dion pada mu. Menceritakan bahwa aku sejak SMA telah mengagumi Dion. Hal itu mendorong ku untuk mendekati mu dan mengenal kan mu akan butiran-butiran terlarang ini yang mampu merusak hidup mu. Tapi setiap aku ingin mengenalkan mu pada obat entah kebetulan atau tidak Dion selalu datang dan mengajak mu pergi, hal itu semakin membuat ku muak dan benci dengan mu Rin. Hingga malam itu aku berhasil mengajak mu pergi ke pesta kawan SMA ku, tapi sungguh aku salut pada mu yang tetap kukuh pada prinsip untuk tidak menyentuh makanan dan minuman haram dan malah mengajak ku untuk pulang. Setiap hari aku sibuk memikirkan cara untuk mengenalkan mu pada obat ini, bahkan aku tega menusuk mu dari belakang seringkali aku menjelekan mu di belakang menceritakan hal buruk mu ada Dion dan sebagian kawan kampus. Barangkali Aku memang jahat, hingga aku sadar tak seharusnya aku melakukan itu pada mu. Apalagi setelah kau ajak aku kerumah mu mengenalkan ku pada keluarga sederhana yang harmonis meski memiliki anak yang keterbelakangan mental. Ingatkah kau Rin?

Setelah aku melihat keadaan keluarga mu dan adik mu aku langsung keluar pergi meninggalkan mu tanpa pamit. Itu karena aku tak sanggup melihat penderitaan mu Rin. Ku fitnah kau hingga Dodi memutuskan mu, aku merasa puas dengan keadaan itu tapi kini kau menyesal karna tak lama setelah itu kau tak lagi jadi guru privat adik Dodi. Dan itu artinya aku menjadi tahu tak ada lagi pemasukan untuk pengobatan adik mu. Kejadian itu membuat ku tak ingin lagi membuat mu jauh menderita cukup aku yang hancur telah mengenal obat ini. Hingga malam ini ingin ku akhiri semuanya. Aku merasa tak pantas berada di dunia yang di kelilingi orang-orang yang menyayangi ku dan itu kamu Rin. Aku juga sudah muak dengan keadaan sekitar ku yang penat. Ibu yang seringkali pulang dengan laki-laki yang tak ku kenal. Hinggga ku putuskan untuk kembali meminum dan menghabiskan butiran yang mulai tak ku sentuh.. Aku yakin kamu pasti sakit membaca tulisan ini.

Maafkan aku Rin yang tak pernah bercerita dan selalu mengecewakan mu karena aku tak ingin menambah beban hidup mu. Kenang aku selaku di hati mu Rin walau aku selalu menyakitimu

By : Ita “Sahabat mu “

Air mata ini kembali berlinang, dada ini rasanya sesak. Kecewa, sakit , sedih semua menyatu. Aku semakin tak kuat, lemah, tak berdaya.

Dan Klap…..

Aku pinsan lagi tanpa kesadaran yang masih tertinggal.

Lampung 2009

Biodata Penulis

Nama : Hasti Wuryani

Tempat tanggal lahir : Tanjung Bintang, 12 Desember 1991

Alamat : Jl. Cendana no 153 jati baru, Tanjung Bintang, Lampung Selatan, 35361

No Handphone : 085768402590








2 Comments:

  1. Unknown said...
    blog yang bagus... salam kenal ya...
    Unknown said...
    salam sukses selalu...

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda