Blogger Template by Blogcrowds

SELAMAT DATANG DI RUANG KECIL KAMI

Menjelajah Kesederhanaan Realitas
*)Erwin Wibowo

Menulis cerpen, puisi, dan novel bukan sekadar merangkaikan kata-kata menjadi suatu tulisan, tetapi karya fiksi merupakan pemikiran yang di dalamnya terkandung imajinasi dan ide-ide, sehingga tercapailah nilai estetika sebuah karya fiksi.

Cerpen “Sabun Mandi dan Tikus” karya Reki Candra, boleh dibilang sangat menarik. Reki sudah membuat pembaca ingin mengetahui isi cerpen tersebut dan bertanya-tanya “ada apa dengan sabun mandi dan tikus?” Judul yang baik haruslah yang membuat para pembaca tertarik dan ingin tahu tentang cerpen tersebut.

Cerpen ini menceritakan bagaimana sebuah keluarga yang terganggu oleh kehadiran tikus di rumahnya karena sang tikus kerap sekali membuat jengkel Aris dan istrinya, antara lain membuat sabun mandi yang digunakan Aris berbau busuk. Ternyata hal tersebut membuat Aris sangat marah, dipasangkanlah perangkap tikus di setiap sudut rumahnya untuk bisa menangkap tikus tersebut. Usaha Aris untuk menangkap tikus ternyata tidaklah mudah. Hingga pada suatu pagi saat Aris dan istrinya sedang sarapan, seekor tikus jatuh dari plafon ke maja makan, terjadilah “pertarungan” antara Aris dengan tikus. Dengan memakai samurai Aris mencoba membunuh tikus tersebut, akan tetapi karena tikus adalah salah satu hewan yang lincah, secepat itu pula tikus itu lari. Tebasan samurai Aris malah mengenai istrinya dan langsung meninggal. Meninggalnya istri Aris menyulut api pada dirinya, ia pun terus mengejar tikus tersebut. Hingga pada akhirnya Aris terjatuh karena terpeleset oleh kain yang berserakan di lantai dan tertusuk tanduk rusa, Aris pun langsung meninggal. Samurai yang terlepas dari tangan Aris, tidak sengaja mengenai tikus tersebut, sehingga tubuh tikus tersebut menjadi dua bagian.

Ide yang ditawarkan oleh Reki Candra boleh dibilang beda untuk penulis seusianya. Bukan mempersoalkan kisah cinta sepasang muda-mudi, persahabatan antara teman hingga bakti anak terhadap orang tuanya. Persoalan yang diangkat oleh Reki Candra adalah realitas kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah dan lingkungan rumah yang kotor, sehingga mengundang hadirnya binatang-binatang seperti tikus.

Reki menghadirkan tiga tokoh dalam cerpen ini, yaitu Aris, Istri Aris, dan tikus. Tokoh Aris digambarkan sebagai orang yang keras kepala, mudah tersulut amarah, dan ambisius. Penggambaran tokoh Aris oleh Reki dikuatkan dengan kalimat yang bermetafora seperti “Hatinya memanas seperti kayu yang terbakar api”, “Dia mencabut samurai dari tubuh istrinya dengan wajah memerah”.

Cerpenis terkenal biasanya mengusahakan agar tidak menciptakan banyak konflik dalam cerpen tersebut, sehingga fokus cerita tetap terjaga dengan baik. Fokus cerita di sini maksudnya penajaman persoalan yang disuguhkan dalam cerpen. Dalam cerpen ini, Reki mencoba memfokuskan cerita pada konflik antara Aris dengan tikus, sehingga hanya terbentuk satu konflik.

Dalam hal pemilihan kata dan pemakaian bahasa, rupanya Reki harus banyak belajar dan membaca lagi untuk menghasilkan karya yang baik. Setelah saya membaca cerpen ini, saya menemukan beberapa kata yang membingungkan bagi pembaca, sehingga membuat cerita menjadi terkesan tidak logis. Seperti dalam kalimat Rupanya ruang tamu adalah salah satu tempat Aris menaruh perangkap tikus. Perangkap itu diletakkannya di bawah kaki kursi sehingga mengenai perangkap tikus, atau dalam kalimat Memangnya Papa dari ngapain sih, kok sampai bau gitu? pada kata “dari” dalam dialog ini, lebih tepat memakai kata “habis”, karena menyatakan setelah melakukan sesuatu. Pemborosan kata yang kurang tepat juga saya temukan dalam cerpen tersebut, seperti dalam dialog Papa habis dari mandi, Ma!, dialog itu lebih tepat dalam bentuk Papa habis mandi, Ma. Dalam hal pemakaian bahasa, ada beberapa yang saya anggap terlalu mubazir dan berpanjang lebar seperti, Malam harinya Aris memasang perangkap tikus di seluruh pelosok rumah. Di atas plafon, lemari makan, lemari pakaian, bawah ranjang, lemari buku, dekat kursi dan kamar mandi”. Kalimat kedua pada dialog tersebut, hemat saya ditiadakan kerena sudah diterangkan pada kalimat “di seluruh pelosok rumah”.

Antiklimaks dalam cerpen ini terdapat di bagian akhir yang merupakan ending dari cerita ini, tetapi penyampaian ending tersebut terlalu dibesar-besarkan sehingga menimbulkan pertanyaan. Mungkinkah terjadi seperti itu?

Secara keseluruhan cerpen yang disuguhkan oleh Reki menarik untuk dibaca dan dicermati.

Beberapa kecerobohan hanya pada bagian-bagian tertentu saja dan tidak serta merta membuat cerpen ini menjadi gagal. Justru inilah tantangan buat Reki Candra, dengan usia yang terbilang muda sudah cukup berani memaparkan peristiwa keseharian ke dalam wujud cerpen. Kesederhanaan yang cukup mendebarkan. Teruslah berlatih dan berkarya!

*) Staf Pembinaan Kantor Bahasa Provinsi Lampung






Sabun Mandi dan Tikus
Oleh Reki Candra*)

Bau sabun itu tidak wangi. Berkali-kali Aris menciumi sabun itu, tetap saja bau beraroma tidak wangi. Bahkan justru sabun itu berbau busuk. Aris merasa heran, sabun yang harusnya memberikan kesegaran dan keharuman pada tubuh malah justru memberikan aroma tubuh yang berbau busuk. Tetapi, Aris tidak menghiraukan masalah itu, tetap saja Aris mandi menggunakan sabun tersebut, seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengan sabun itu.
Setelah mandi Aris duduk di meja makan. Lalu tidak lama kemudian, istri Aris datang dengan membawa makanan.
”Kau memang istri yang baik, Ma!” Istrinya tersenyum laksana bunga mawar yang ingin tumbuh mekar. Tetapi, setelah istri Aris mendekatinya, dia mencium bau tidak sedap dari tubuh Aris.
”Bau Papa yang busuk itu, ya?”
”Enak aja kamu, Ma, ngomongin papa seperti itu!”
”Kalau Papa nggak percaya coba cium sendiri bau badan Papa!”
”Tapi Papa lagi pilek, Ma!”
”Papa coba aja dulu, soalnya baunya sangat pekat!”
Diciumi oleh Aris anggota tubuhnya satu per satu. Dimulai dari tangan, lalu ketiak sampai ke ujung kaki Aris dan ternyata bau busuk itu memang berasal dari tubuh Aris.
”Benar katamu, Ma. Baunya memang berasal dari tubuh Papa!” ujar Aris dengan wajah yang tersipu-sipu karena malu.
”Memangnya Papa dari ngapain sih, kok sampai bau gitu?”
”Papa habis dari mandi, Ma!”
”Kok habis mandi malah bau sih?”
”Papa juga nggak tau, waktu mandi tadi Papa pakai sabun yang aromanya nggak wangi dan baunya agak busuk sih!”
Istri Aris heran mengapa sabun mandi bisa menjadi bau. Istri Aris merenung sesaat, dia teringat tiga hari yang lalu pada saat malam hari dia pergi ke kamar mandi karena ingin mencuci wajahnya lantaran dia tidak bisa tidur. Pada saat ia mengambil sabun, ia melihat sabun itu seperti digigiti oleh tikus dan ada kotoran serta air seperti air seni tikus. Tetapi sabun itu telah diganti oleh istri Aris dengan sabun yang baru.
”Jangan-jangan!”
”Jangan-jangan apa, Ma?”
”Sabun yang Papa pakai jangan-jangan sudah terkena gigitan, kotoran dan air kencingnya tikus!
”Mama jangan bercanda, masak tikus makan sabun!”
”Benar Pa, Mama nggak bercanda, soalnya tiga hari yang lalu Mama melihat dengan mata kepala Mama sendiri!”
”Lalu kenapa nggak Mama ganti sabunnya!”
”Sabunnya sudah Mama ganti baru kok Pa!”
Aris pun menjadi kesal dan wajahnya dalam hitungan detik menjadi merah karena marah. Hatinya memanas seperti kayu yang terbakar api. Istrinya pun berusaha menenangkan Aris, agar emosinya tidak meluap. Karena istrinya tahu kalau Aris marah maka ia akan gelap mata dan tidak memikirkan keadaan di sekelilingnya. Tetapi usahanya itu sia-sia. Tetap saja Aris emosi.
”Awas kau tikus, kalau kau kutemukan maka akan kubunuh kau!” ujar Aris seperti bersumpah”.
Malam harinya Aris memasang perangkap tikus di seluruh pelosok rumah. Di atas plafon, lemari makan, lemari pakaian, bawah ranjang, lemari buku, dekat kursi, dan kamar mandi. Bukan hanya perangkap tikus saja yang dipakai oleh Aris untuk membumihanguskan tikus yang sudah membuat bau badannya menjadi busuk. Tetapi Aris juga menggunakan racun tikus dan kapur barus.
Semalaman Aris tidak tidur karena menunggu tikus itu masuk ke dalam perangkap. Tetapi, ternyata malam itu sial bagi Aris. Tidak satu ekor pun tikus yang keluar dari tempat persembunyiannya. Sementara itu, istri Aris ditinggalkannya sendiri seperti bunga yang ditinggalkan oleh kumbang pergi mencari kesegaran udara di pagi hari.
Aris pun semakin penasaran ingin membunuh tikus itu. Hati Aris pun bergejolak tidak karuan. Rasa marah, kesal, penasaran, dan dendam bergabung menjadi satu. Karena itu, Aris tidak pernah putus asa, dia terus berusaha membunuh tikus itu.
Malam kedua, Aris pun memperbanyak perangkap tikusnya dan memperbanyak racun serta kapur barus. Sehingga, setiap pelosok-pelosok rumah tidak satu pun yang terlewatkan oleh Aris.
”Kalau aku dapat, akan kucincang tubuhmu seperti perkedel!” Ujar Aris di dalam hati.
Aris pun menunggu tikus masuk ke dalam perangkap sambil menonton televisi. Walaupun menyaksikan acara televisi tetapi Aris tetap berkonsentrasi terhadap perangkap-perangkapnya. Tak… tiba-tiba terdengar suara perangkap tikus telah menerkam mangsanya. Dengan cepat Aris bangkit dari tempat duduknya dan langsung menuju ke sumber suara, yaitu di kamar mandi dekat wadah sabun mandi. Setelah dilihat ternyata yang diterkam oleh perangkap tikus itu adalah seekor cicak. Kekecewaan muncul di wajah Aris. Melihat hal ini istri Aris pun berusaha merayu Aris agar tenang.
”Pa, sudahlah nggak usah terlalu ambisius untuk membunuh tikus!”
”Tidak Ma, Papa nggak akan berhenti sebelum Papa membunuhnya!”
”Tapi Pa, ini hanya buat Papa capek dan buang waktu!”
”Sudahlah Ma kau diam saja, Papa tetap akan membunuhnya!”
Istri Aris pun tidak dapat memadamkan gejolak jiwa yang memanas itu. Dia hanya bisa melihat dan membantu jika sudah diperintahkan oleh suaminya.
Malam itu Aris pun tertidur di depan televisi yang masih menyala, di tengah kegelapan malam membuat tidur Aris pun menjadi lelap. Dalam tidurnya yang lelap Aris bermimpi. Ketika dia sedang mandi pada malam hari, terdengar suara tikus. Dia pun melihat ke arah tempat tikus itu bersuara, ketika dilihatnya segerombolan tikus sedang mengerumuni tempat sabun—sabun mandi yang disimpan oleh istrinya Aris. Dalam hitungan detik, tikus-tikus itu menyerang kaki Aris, Aris pun berusaha melawan. Tetapi ternyata Aris tidak mampu melawan serangan-serangan tikus itu karena jumlah tikus yang sangat banyak. Serangan itu membuat kaki Aris menjadi terluka. Aris pun berlari sambil berteriak meminta pertolongan.
Rupanya ruang tamu adalah salah satu tempat Aris menaruh perangkap tikus. Perangkap itu diletakkannya di bawah kaki kursi sehingga mengenai perangkap tikus. Aris pun terbangun dari tidurnya dan seketika itu dia merasa kakinya sakit. Ketika dilihat ternyata kakinya berlumuran darah terkena perangkap tikus.
”Berengsek kau tikus, gara-gara kau kakiku terkena perangkap!” ujar Aris dengan emosi.
Mendengar Aris berbicara sendiri istrinya lalu pergi ke arah Aris.
”Pa kakimu kenapa?”
”Ini gara-gara tikus sialan!”
”Sudahlah Pa, jangan Papa lanjutin lagi usaha menangkap tikus ini ya?”
”Tidak Ma aku akan tetap membunuhnya!”
”Papa ini keras kepala, lihat gara-gara usaha Papa itu, kaki Papa jadi terluka. Tapi, sudahlah kalau Papa nggak mau dengerin omongan Mama!” Aris pun terdiam mendengar perkataan istrinya itu. Aris pun lalu berfikir. ”Aku akan menangkap tikus itu sekali lagi, kalau tidak berhasil maka akan kuhentikan usahaku ini!”
Di malam yang ketiga Aris pun melengkapi seluruh peralatan untuk menangkap tikus. Di malam yang ketiga ini dia menggunakan strategi untuk menangkap tikus-tikus di rumahnya. Di setiap sudut-sudut rumah ditaruhnya makanan-makanan kesukaan tikus. Seperti, ikan asin, kelapa parut, dan tidak lupa sabun mandi pun ikut digunakan oleh Aris untuk menjalankan strateginya.
Malam itu Aris berkeliling di rumah menunggu tikus masuk ke dalam perangkap. Seperti polisi yang sedang berpatroli mencari penjahat. Waktu sudah menunjukkan jam 12 malam, tetapi tidak ada satu ekor tikus pun yang menampakkan ekornya. Aris pun hampir putus asa, tetapi dia tetap berkeliling menunggu tikus-tikus itu keluar dari tempat persembunyiannya.
Melihat suaminya memiliki semangat yang gigih, istri Aris pun merasa kasihan pada suaminya.
”Percuma saja aku merasa kasihan, dia saja tidak mau mendengar omonganku!” ujar istri Aris di dalam hati.
Aris pun merasa lelah dan mengantuk karena waktu sudah menunjukkan jam tiga pagi. Akhirnya Aris memutuskan untuk menghentikan usahanya menangkap tikus-tikus yang sudah membuat tubuh Aris menjadi beraroma tidak sedap dan yang sudah melukainya. Dia pun akhirnya tertidur di ruang tamunya yang cukup luas.
Pagi harinya, istri Aris membangunkan Aris dari tidurnya yang lelap itu. Aris pun terbangun lalu mereka mengobrol.
”Pa, bagaimana tikusnya sudah dapat belum?”
”Boro-boro dapat Ma, melihat batang hidungnya aja nggak!”
”Kalau gitu nggak usah Papa lanjutin aja ya nangkap tikusnya?”
”Iya Ma, Papa berhenti, Papa juga sudah putus asa!”
”Nah gitu Pa,” ujar istri Aris dengan senang.
Dengan kekecewaan Aris lalu bangkit dari tempat duduknya dan pergi ke kamar mandi. Istrinya pun lalu menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.
”Ma, sabun mandinya sudah Mama ganti belum dengan yang baru?”, ujar Aris dari kamar mandi dengan teriak.
”Sudah Mama ganti, Pa!” jawab istri Aris dengan mesra.
Setelah mandi, Aris pun langsung ke meja makan, menyantap sarapan yang telah disediakan oleh istrinya.
”Sarapan yang menggoda selera!” kata Aris berbicara sendiri. Istrinya pun lalu duduk di meja makan. Mereka berdua seperti pasangan yang baru menjalin kasih laksana burung dara yang sedang berdua.
Ketika sedang menikmati makanan, tidak disangka-sangka di luar perkiraan Aris dan istrinya. Seekor tikus jatuh dari atas plafon ke atas meja makan rupanya plafon yang terbuat dari kayu ini sudah rapuh. Karena dimakan oleh rayap sehingga saat tikus melewati plafon ini amblas terkena berat badan tikus.
Aris dan istrinya terkejut seketika melihat hal tersebut. Aris lalu mengambil sebuah pedang samurai di dinding samping tangan Aris.
”Akhirnya kau muncul juga tikus brengsek, sudah lama aku menunggu, sekarang kau akan kubunuh” ujar Aris dengan menggebu-gebu.
Ssseep…suara tebasan samurai ditebaskan oleh Aris dengan cepat. Namun, ternyata tikus itu lincah dia lalu berlari ke kursi. Sehingga tebasan itu tidak mengenainya. Tetapi ketajaman samurai itu luar biasa. Tebasan yang dilakukan oleh Aris mengakibatkan samurainya tertancap dalam di meja makan.
”Auu…” teriak istri Aris
Melihat hal itu, istri Aris terkejut menyaksikan hal tersebut. Dia pun lalu berlari ke dapur mengambil semprotan racun tikus. Sementara itu, Aris tetap berusaha membunuh tikus itu dengan samurainya. Ditebaskannya kembali samurainya ke kursi di tempat tikus itu berada. Tikus itu memang benar-benar ligat, dia kembali berlari kesana kemari. Sehingga terjadi kejar-kejaran antara Aris dan tikus.
Hal ini membuat rumah menjadi berantakan tidak karuan. Seluruh hiasan-hiasan dinding terjatuh, seperti, foto-foto, poster, guci dinding, dan hiasan dinding tanduk rusa yang tajam pun ikut terjatuh. Aris pun kelelahan berlari-lari mengejar tikus itu. Tidak disangka ternyata tikus itu pun kelelahan, dia berdiri di ruang tamu.
Melihat hal ini Aris pun mengambil kesempatan. Dia membidik tikus itu dengan samurainya. Aris bermaksud melemparkan samurainya ke arah tikus, setelah bidikan Aris tepat dia lalu melemparkan samurainya. Di saat bersamaan pula istri Aris berlari ke arah tikus untuk menyemprotkan racun tikus. Samurai Aris mengenai punggung istrinya hingga tembus ke dada.
”Tidak….” teriak Aris dengan kuat.
Dia pun lalu berlari ke arah istrinya. Namun nyawa istrinya tidak dapat ditolong lagi. Perasaan sedih dan menyesal menyelimuti Aris. Aris bertambah marah pada tikus itu, Aris pun menjadi gelap mata. Dia mencabut samurai dari tubuh istrinya dengan wajah memerah.
”Brengsek kau tikus, gara-gara kau istriku mati!” ujar Aris dengan wajah yang penuh emosi.
Aris pun berlari dengan cepat ke arah tikus. Ketika berlari Aris terpeleset karena kain-kain yang licin tercecer di lantai, akibat kejar-kejaran dengan tikus tadi. Tubuh Aris pun terjatuh mengenai hiasan dinding tanduk rusa yang tajam. Sehingga membuat tubuh Aris tertembus tanduk rusa dan seketika itu nyawa Aris pun melayang. Di saat bersamaan ketika badan Aris terjatuh, samurai pun ikut terjatuh dan samurai itu pun mengenai badan tikus tersebut. Sehingga tubuh tikus terbelah menjadi dua bagian. (*)

*) Siswa SMA 1 Menggala












0 Comments:

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda